Tujuh Solusi Konflik Lahan

Kamis, 02 Februari 2012 – 08:31 WIB

JAKARTA – Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (Sekjen Kemenhut) Hadi Daryanto punya tujuh cara jitu menyelesaikan sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan. Pertama dengan mengeluarkan desa puluhan tahun sebelum ada Tata Guna Hak Kesepakatan (TGHK). ”Jika ada desa di situ, jauh-jauh hari harus dikeluarkan melalui revisi Tata Ruang Wilayah Propinsi,” katanya.

Solusi kedua dengan enclave, yaitu mengeluarkan kawasan hutan yang diklaim oleh masyarakat dari areal konsesi pemanfaatan hutan. Ketiga, memberikan pengakuan hutan adat terhadap masyarakat hukum adat setelah sebelumnya ditetapkan melalui peraturan pemerintah daerah (perda).

Keempat, jika proses penetapan masyarakat hukum adat berlangsung lambat, Kemenhut bisa menetapkan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) sebagai asas legalitas. ”Ini diterapkan di Kalimantan Barat, di kawasan hutan adat Sungai Utik,” jelas Hadi Daryanto.

Kelima, dengan memberikan akses pengakuan legal melalui Hutan Kemasyarakatan (Hkm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Hutan Desa. Keenam melalui kemitraan pengelolaan hutan antara perusahaan dengan masyarakat. Opsi terakhir dengan pengelolaan Hutan Desa Produksi. ”Kuncinya adalah pranata sosial di sana harus tersedia,” jelas Hadi.

Dia mengajak pemegang izin Hak Pengusaha Hutan (HPH) atau Hutan Tanaman Industri (HTI) serius menyelesaikan tata batas areal konsesi. Dengan demikian kasus saling klaim lahan yang sering berujung konflik bisa diatasi.

Guna menghindari potensi konflik, Kemenhut akan mewajibkan perusahaan melaksanakan tata batas pada konsesi hutan di awal proses permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Keharusan melaksanakan tata batas kawasan konsesi itu akan diatur dalam revisi Permenhut No P50/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja pada IUPHKK.

Pemerintah mensinyalir salah satu penyebab timbulnya berbagai konflik lahan di areal IUPHHK adalah lambannya penyelesaian tata batas. ”Jadi soal tata batas akan kami tempatkan di awal proses permohonan IUPHHK,” kata Hadi.

Mengacu kepada Permenhut No P50/2010 tentang Tata cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja pada IUPHKK, proses tata batas di dalam areal IUPHHK dilakukan oleh pemegang izin setelah diterbitkan oleh Kemenhut. ”Kami bertekad membantu mempercepat proses tata batas kawasan hutan secara keseluruhan dengan menunjuk BPKH sebagai bantuan teknis,” ujarnya. (dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2012, Jaksa Nakal Masih Bergentayangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler