Tukang Gigi Gugat UU Kesehatan

Jumat, 11 Mei 2012 – 05:02 WIB

JAKARTA – Sekitar 7.500 dari perwakilan daerah perkumpulan Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (ASTAGIRI) mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjalani sidang perdana Uji Materi UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran di MK.

Pemohon menilai Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 dalam UU Praktik Kedokteran itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjelaskan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Kuasa hukum pemohon Wirawan Adnan mengungkapkan, norma kedua pasal yang diuji itu bersifat multitafsir (bisa diartikan sangat luas). Jika ada bidang pekerjaan yang bersentuhan atau ada kemiripan dengan pekerjaan dokter atau dokter gigi dianggap telah melakukan praktik kedokteran.

’’Akibat ketentuan Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 UU Praktik Kedokteran tersebut telah menyebabkan pemohon tidak mendapatkan ketidakpastian hukum dan perlakuan sama di hadapan hukum,’’ kata Wirawan saat membacakan permohonannya, di gedung MK, Kamis(10/5).

Bunyi lengkap Pasal 73 ayat (2) UU Praktik Kedokteran: ’’Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik’’.

Sedangkan Pasal 78: ’’Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta.

Kuasa hukum lainnya, Sholeh Hamid, mengatakan, frasa ’’setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain’’, bisa diartikan sama dengan identik atau mirip dengan pekerjaan tukang gigi, tukang urut patah tulang, ketrampilan tukang pembuat kaki palsu, pekerja optik, penjual jamu, dukun beranak dan lain sebagainya".

’’Semuanya profesi tersebut bisa dilarang karena dianggap menggunakan alat atau metode yang dapat diartikan menimbulkan kesan seolah-olah bersangkutan dokter, sebagaimana dimaksud sepanjang frasa yang termaktub dalam Pasal 73 ayat (2) itu,’’ paparnya.

Pemohon juga mengkhawatirkan berlakunya aturan tersebut membuat pemohon dan tukang gigi yang mencapai 75 ribu orang akan dilarang melakukan pekerjaan dan juga mengancam profesi sejenis lainnya. ’’Untuk itu kami meminta MK menyatakan Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 UU Praktik Kedokteran ini bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,’’ pintanya dalam sidang yang diketuai Hakim Konstitusi Fadlil Ahmad Sumadi.

Sementara itu, Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, mempertanyakan batu uji pasal yang dimohonkan para pemohon, yakni Pasal 28E UUD 1945 yang mengatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, sedangkan Pasal 28I yang menyatakan hak hidup. ’’Kedua pasal itu tidak terkait masalah pekerjaan dan permohonan yang diajukan,’’ kata Akil.

Karena itu, majelis hakim meminta agar pemohon lebih menjelaskan secara detail terhadap permasalahan yang muncul terkait diberlakukan pasal tersebut. ’’Apa masalahnya harus dilarang dan alasan apa jika tidak dilarang. Pemohon harus bisa memberikan pemahaman utuh terhadap pengujian pasal yang diuji ini,’’ sambung Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva.

Sedangkan Ketua Sidang Panel Fadil Sumadi memberikan masukan agar pemohon lebih fokus pada tukang gigi saja dalam permohonannya. ’’Jangan melebar ke tukang pijit dan profesi lainnya. Anda fokus pada tukang gigi saja. Untuk itu majelis panel memberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya,’’ tutup Fadhil. (ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dituding Aniaya Angie


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler