Tukang Kirim Siaran Pers Cagub, PNS Terancam Sanksi

Rabu, 28 November 2012 – 09:04 WIB
BANDUNG- Gara-gara dianggap berpihak kepada salah satu pasangan calon gubernur/wakil gubernur Jawa Barat,  seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terancam dipidanakan.

Diketahui, oknum PNS berinisial A itu kerap mengirimkan siaran pers kegiatan salah satu pasangan calon gubernur kepada seluruh awak media.

Siaran pers dikirim melalui surat elektronik. Di antaranya berjudul “Jenderal Naga Bonar Turun Gunung” (dikirim tanggal 10/11), ”Aher Deddy Mizwar Jalani Pemeriksaan tanpa Kendala” (dikirim tanggal 24/11), dan terbaru “Deddy Mizwar Kagum Potensi Sineas Belia di Daerah” (dikirim tanggal 26/11).

Bahkan oknum PNS tersebut hadir mendampingi saat pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur di KPU Jawa Barat beberapa waktu lalu. Karuan saja, sikap oknum PNS itu tidak sejalan dengan sikap DPRD Jawa Barat yang meminta PNS untuk menjaga netralistasnya dan tidak berpolitik praktis.

Wartawan pun belum bisa mengkonfirmasi kepada oknum PNS  tersebut. Ditemui di ruang kerjanya, yang bersangkutan kerap tidak ada ditempat. Begitu juga ketika dihubungi, telepon selulernya tidak aktif.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Umum Pemprov Jawa Barat, Ruddy Gandakusumah mengaku baru mengetahui anak buahnya diduga terlibat politik praktis. "Saya baru tahu dari rekan-rekan wartawan," aku Ruddy dihubungi via telepon.

Ruddy juga membantah siaran pers yang dikirim anak buahnya itu mengatasnamakan lembaga. Bahkan dirinya tidak pernah menugaskan oknum PNS tersebut mengirimkan siaran pers kepada awak media “Itu inisiatif pribadi,” tegas Ruddy. Kendati begitu, Ruddy berjanji secepatnya memanggil oknum PNS tersebut.

Soal itu, Ketua Panwaslu Jabar Ihat Subihat mengatakan, PNS harus bersikap netral dilarang terlibat dalam kegiatan sosialisasi ataupun kampanye salah satu calon.

Hukuman pidana bagi PNS tertuang dalam Putusan MK 17/PUU/10/2011 tentang yudisial review pasal 116 ayat 4 Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Dalam peraturan itu disebutkan,  pejabat daerah yang melibatkan diri pada kegiatan politik bisa terkena pidana minimal satu bulan kurungan penjara atau denda Rp600 ribu, atau maksimal 6 bulan penjara atau denda Rp6 juta.

Lebih lanjut dia sampaikan, sanksi tersebut berlaku sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan PNS. Jika terdapat cukup bukti, PNS tersebut bisa dikenakan sanksi pidana. "Tergantung pelanggarannya. Kalau ada bukti cukup maka bisa dikenakan sanksi," katanya. Menurut dia, alat bukti keterlibatan PNS bisa berupa rekaman video, suara atau surat tertulis.

Minimal dua alat bukti keterlibatan dinilai cukup untuk menjerat PNS. "Sanksi yang diberikan kepada PNS tersebut bersifat minimum khusus. Artinya, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana dibawah minimal," jelasnya.

Selain PNS, tambah dia, sanksi juga bisa dikenakan kepada calon gubernur dan wakil gubernur yang terbukti mengajak PNS terlibat dalam kegiatan kampanye atau sosialisasi. Maka dari itu, dirinya berharap para calon memahami larangan tersebut.

Laporan temuan pelanggaran PNS, katanya, bisa disampaikan kepada Panwaslu. Nantinya, Panwaslu akan melakukan klarifikasi temuan tersebut, lalu hasilnya didiskusikan dalam rapat pleno.

"Hasil rapat pleno akan memutuskan laporan pelanggaran PNS itu akan ditindaklanjuti berupa laporan ke polisi atau tidak," pungkasnya. (agp)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cagub-Cawagub Ditantang Beber Harta

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler