JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) No 41 tahun 2013 sudah ditandatangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun begitu, produsen tidak bisa langsung memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car) secara massal. Pasalnya produsen masih harus menunggu audit oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah.
Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Amelia Tjandra mengaku produsen tidak bisa langsung memasarkan atau menjual mobil murah begitu saja. Sebab masih banyak hal yang harus dijabarkan dan ditindaklanjuti terkait dengan PP baru tersebut.
"Petunjuk teknisnya seperti apa sampai sekarang kita belum tahu, semua masih menunggu detilnya karena itu sangat penting bagi kami," ujarnya kemarin (6/6).
Sejak tahun lalu Daihatsu dan Toyota diketahui kembali berkolaborasi untuk menciptakan produk mobil segmen LCGC. Prototipe sudah dibuat dan diperkenalkan ke publik yaitu Toyota Agya dan Daihatsu Ayla.
Namun, menurut Amelia, hingga saat ini pihaknya belum bisa memproduksi massal karena harus melewati berbagai tahapan."Kita baru tahap mempersiapkan, setelah semuanya clear baru diproduksi massal," ungkapnya.
Amelia menyebut pemerintah akan terlebih dahulu melakukan audit terhadap pabrikan dalam waktu dekat ini. Audit tersebut berguna untuk memastikan apakah mobil yang dibuat produsen sudah sesuai dengan peraturan atau syarat yang ditentukan pemerintah."Seperti konsumsi bahan bakarnya, local content-nya (kandungan lokal-red), kapasitas mesin dan lain-lain," tukasnya.
Lembaga auditor tersebut nantinya akan ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian. Namun hingga saat ini pihaknya belum tahu lembaga mana yang dipilih.
"Kalau sudah diaudit, kemudian semuanya sudah sesuai persyaratan makabbaru bisa kita produksi. Dengan begitu kita bisa dapat insentif pajak yang tentunya berimbas ke harga konsumen," lanjutnya.
GM Corporate Planning & Public Relation PT Toyota Astra Motor (TAM), Widyawati Soedigdo mengatakan, dengan adanya PP tersebut maka ada peluang untuk meningkatkan penjualan mobil tahun ini.
"Market otomatis akan menjadi lebih besar, kalau sebelumnya yang dijual kan yang diatas itu. Toyota Agya belum diproduksi baru prototype, tentunya akan kita lihat dulu sesuai regulasinya," kata dia.
Widya mengakui bahwa akibat molornya penbitan PP tersebut, banyak pesanan Agya yang dialihkan ke model lain seperti Etios atau Avansa.
"Sejak bulan Januari diler sudah men-stop pesanan Agya, karena aturannya nggak keluar-keluar. Terakhir pesanannya sudah 10 ribu unit, tapi mungkin sekarang sudah tidak sampai segitu karena banyak yang mengalihkan ke produk Toyota yang lain," ungkapnya.
Molornya realisasi insentif mobil murah dan ramah lingkungan, kata Widya sudah tentu merugikan pabrikan. Pasalnya, rencana investasi tidak berjalan sesuai rencana.
"Kalau investasi dulu dihitung depresiasi-nya dihitung berapa tahun, balik modal 10 tahun misalnya, tapi ternyata regulasinya molor jadi depresiasinya menjadi sembilan tahun. Cost-nya makin gede," jelasnya. (wir)
Namun begitu, produsen tidak bisa langsung memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car) secara massal. Pasalnya produsen masih harus menunggu audit oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah.
Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Amelia Tjandra mengaku produsen tidak bisa langsung memasarkan atau menjual mobil murah begitu saja. Sebab masih banyak hal yang harus dijabarkan dan ditindaklanjuti terkait dengan PP baru tersebut.
"Petunjuk teknisnya seperti apa sampai sekarang kita belum tahu, semua masih menunggu detilnya karena itu sangat penting bagi kami," ujarnya kemarin (6/6).
Sejak tahun lalu Daihatsu dan Toyota diketahui kembali berkolaborasi untuk menciptakan produk mobil segmen LCGC. Prototipe sudah dibuat dan diperkenalkan ke publik yaitu Toyota Agya dan Daihatsu Ayla.
Namun, menurut Amelia, hingga saat ini pihaknya belum bisa memproduksi massal karena harus melewati berbagai tahapan."Kita baru tahap mempersiapkan, setelah semuanya clear baru diproduksi massal," ungkapnya.
Amelia menyebut pemerintah akan terlebih dahulu melakukan audit terhadap pabrikan dalam waktu dekat ini. Audit tersebut berguna untuk memastikan apakah mobil yang dibuat produsen sudah sesuai dengan peraturan atau syarat yang ditentukan pemerintah."Seperti konsumsi bahan bakarnya, local content-nya (kandungan lokal-red), kapasitas mesin dan lain-lain," tukasnya.
Lembaga auditor tersebut nantinya akan ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian. Namun hingga saat ini pihaknya belum tahu lembaga mana yang dipilih.
"Kalau sudah diaudit, kemudian semuanya sudah sesuai persyaratan makabbaru bisa kita produksi. Dengan begitu kita bisa dapat insentif pajak yang tentunya berimbas ke harga konsumen," lanjutnya.
GM Corporate Planning & Public Relation PT Toyota Astra Motor (TAM), Widyawati Soedigdo mengatakan, dengan adanya PP tersebut maka ada peluang untuk meningkatkan penjualan mobil tahun ini.
"Market otomatis akan menjadi lebih besar, kalau sebelumnya yang dijual kan yang diatas itu. Toyota Agya belum diproduksi baru prototype, tentunya akan kita lihat dulu sesuai regulasinya," kata dia.
Widya mengakui bahwa akibat molornya penbitan PP tersebut, banyak pesanan Agya yang dialihkan ke model lain seperti Etios atau Avansa.
"Sejak bulan Januari diler sudah men-stop pesanan Agya, karena aturannya nggak keluar-keluar. Terakhir pesanannya sudah 10 ribu unit, tapi mungkin sekarang sudah tidak sampai segitu karena banyak yang mengalihkan ke produk Toyota yang lain," ungkapnya.
Molornya realisasi insentif mobil murah dan ramah lingkungan, kata Widya sudah tentu merugikan pabrikan. Pasalnya, rencana investasi tidak berjalan sesuai rencana.
"Kalau investasi dulu dihitung depresiasi-nya dihitung berapa tahun, balik modal 10 tahun misalnya, tapi ternyata regulasinya molor jadi depresiasinya menjadi sembilan tahun. Cost-nya makin gede," jelasnya. (wir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbankan Giat Gaet DPK
Redaktur : Tim Redaksi