jpnn.com, BANJARMASIN - Keputusan pemerintah yang secara resmi menghapus tunjangan fungsional bagi guru swasta yang belum menerima tunjangan profesi guru (TPG) membuat Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalsel, Muhammad Hatta merasa bingung.
Keberadaan tunjangan fungsional sendiri menurutnya sangat dibutuhkan para guru, terlebih para guru guru swasta yang pendapatannya jauh di bawah guru negeri.
BACA JUGA: Tunjangan Fungsional Dihapus, Guru Swasta Sedih dan Marah
“Ini seperti mengkerdilkan PGRI, kami sungguh kecewa,” ucap Hatta, Sabtu (8/7) kemarin.
Peran guru swasta sendiri tak berbeda jauh dengan guru negeri. Perannya pun sama untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
BACA JUGA: Ini Kabar Baik bagi Enam Ribu Guru Honorer Murni
Bahkan, ketika di suatu sekolah negeri mengalami kekurangan guru di suatu mata pelajaran, maka guru swasta lah yang diberdayakan.
“Harusnya tidak ada dikotomi antara guru negeri dan swasta. Guru swasta juga membantu pemerintah. Apalagi murid yang diajari di sekolah juga berasal dari negeri sendiri. Harusnya disamaratakan, bukan dikerdilkan seperti ini,” tambahnya.
BACA JUGA: PGRI Tolak Isi Draf Permendikbud tentang Asosiasi Guru Mapel
Hatta mengatakan, meski nilai yang diterima guru swasta melalui TPG tak besar. Namun, bagi sebagian guru nilai tersebut sangatlah berarti. “Kalau ini dihapus atau direvisi, tetap saja seperti pengkerdilan,” tukasnya.
Diyakini, banyak dampak ketika ini terjadi. Salah satunya dikhwatirkan mutu pendidikan akan tak berjalan maksimal.
Pasalnya, ketika tak mendapatkan haknya, para guru swasta ditakutkan akan mengajar tak fokus. Dampaknya pun terhadap anak didik.
Memang, pemerintah bukan menghapus TPG ini. Namun, menggantinya dengan insentif kepada guru swasta.
Meski demikian, Hatta menilai, ketika berbicara insentif, pastinya akan dihitung dengan kinerja guru. Dan para guru pun harus melengkapi beberapa syarat yang nantinya pula akan mengganggu konsentrasi pembelajaran. Belum lagi syarat mendapatkan insentif nanti berat.
“Harusnya guru tak perlu dibebani dengan administrasi demikian dan hanya fokus pada pengajaran demi meningkatkan mutu pendidikan siswa. Apa bedanya tugas mereka dengan guru negeri, kan sama sama mengajar di negeri sendiri,” tukasnya.
Belum lagi ketika melihat guru swasta di sekolah pelosok seperti di Kabupaten Kotabaru. Saat ini saja untuk mengejar kewajiban 24 jam mengajar dalam seminggu, para guru swasta cukup kesusuhan.
Ini didasari tak banyaknya sekolah seperti di kota. “Nah ketika diganti dengan insentif dengan syarat demikian, guru di pelosok akan tambah kasihan,” ucapnya.
Di sisi lain, pengamat pendidikan Univeristas Lambung Mangurat, Achmad Suriansyah menilai, dengan penghapusan TPG bagi guru swasta ini, akan semakin memberatkan para guru swasta yang saat ini kelayakan hidup mereka jauh dari guru negeri.
Memang di sisi lain, dengan mengganti TPG dengan insentif sebutnya, dapat meningkatkan standarisasi guru dan mutu pendidikan. Namun, untuk meningkatkan standarisasi sendiri perlu dana untuk pengembangan profesi. Seperti beli buku, laptop dan pendukung lainnya.
“Jika penghasilan guru swasta kecil bagaimana mau meningkatkan standarisasi mereka,” ujar Suriansyah kemarin.
Sebelum ini berpengaruh terhadap mutu pendikan, pemerintah daerah harus segera melakukan terobosan. Salah satunya dengan memberikan tunjangan daerah kepada para guru swasta.
Tak hanya itu, yayasan sebagai pembina di sekolah swasta pun sebutnya harus juga meningkatkan penghasilan guru mereka.
“Masyarakat, dalam hal ini orangtua siswa pun juga harus berperan,” sarannya. (mof/yn/ran)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selain Kemdagri, PGRI Juga Bakal Terlibat Penyusunan Perpres Hari Sekolah
Redaktur & Reporter : Soetomo