Perpres bernomor 94 Tahun 2012 itu cakupannya adalah peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Bentuk tersebut antara lain tunjangan jabatan, rumah dinas, fasilitas transportasi, jaminan keamanan, dan kedudukan protokol.
Untuk tunjangan jabatan, pemerintah memberikan tunjangan dalam kisaran Rp 8,5 juta hinga Rp 40,2 juta sesuai dengan jabatannya masing-masing. Tunjangan terendah diberikan kepada hakim pratama di Pengadilan Kelas II sebesar Rp 8,5 juta. Sementara tunjangan tertinggi diberikan kepada Ketua/ Kepala Hakim tingkat banding pada Pengadilan Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Tinggi.
Pemberian tunjangan juga diberikan berdasarkan zona bertugas. Misalnya untuk hakim yang bertugas di zona 2, yang meliputi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sulut, Gorontalo, Sulsel, Sulteng, NTB, dan NTT. Mereka mendapatkan tunjangan kemahalan sebesar Rp 1.350.000.
Untuk hakim yang bertugas di zona 3, yang meliputi Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Maluku Utara, Toli-Toli, Poso, Tarakan, dan Nunukan, besaran tunjangannya adalah Rp 2,4 juta. Sementara zona 3 khusus, yakni Bumi Halmahera (Maluku), Wamena, dan Tahuna (Sulut) sebesar Rp 10 juta.
Reza Indragiri Amriel, pengamat psikologi forensik yang mencermati perilaku hakim, mengatakan, perbaikan kesejahteraan hakim itu memang kewajiban negara untuk memberikan apresiasi yang pantas kepada pekerja profesional. "Hakim adalah salah satu kelompok pekerja profesional itu," katanya kepada Jawa Pos kemarin.
Peningkatan tersebut diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap kinerja para hakim. "Di situlah harapan publik," kata Reza. Dengan begitu, menumpuknya berkas perkara di meja hakim yang sering menjadi sorotan maupun perilaku menyimpang bisa tidak terjadi lagi. (fal/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan: Tujuan Saya Tercapai
Redaktur : Tim Redaksi