Tuntaskan Dulu Masalah Honorer K2, Baru Bicara Kewenangan Pusat-Daerah

Jumat, 13 Desember 2019 – 14:29 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu berbagai persoalan guru di lapangan, sebelum melontarkan wacana menarik kembali kewenangan tata kelola guru dari pemerintah daerah.

Hal ini disampaikan Fikri merespons pernyataan Presiden Jokowi yang membuka peluang bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan menarik urusan guru ke pemerintah pusat, sejalan dengan penghapusan ujian nasional (UN).

BACA JUGA: 3 Hal Positif bagi Honorer K2 jika Urusan Guru Ditarik ke Pusat

"Yang penting soal guru misalnya, itu harus terjamin statusnya jelas dan jumlahnya terpenuhi. Lalu tingkatkan kualitasnya, beri jaminan kesejahteraan. Kalau sudah begitu, maka kewenangan enggak penting apakah mau ditarik ke pusat, atau mau di daerah tidak masalah," ucap Fikri kepada jpnn.com, Jumat (13/12).

Politikus PKS itu kemudian mengungkit lagi penyelesaian honorer K2 di mana DPR periode 2014-2019 sampai bikin rapat gabungan karena tidak bisa selesai hanya oleh komisi pendidikan. Sebab, selain guru, ada juga honorer yang berada di bawah Kementerian Kesehatan hingga Kementerian Pertanian.

BACA JUGA: Kewenangan Kelola Guru Ditarik ke Pusat karena Kepala Daerah Semaunya

"Sehingga ada rapat gabungan yang ujung-ujungnya tidak seluruhnya bisa diakomodasi bisa dinaikkan statusnya menjadi CPNS. Karena faktanya, kalkulasinya enggak masuk. Artinya negara menganggap anggaran tidak cukup untuk mengangkat semuanya," tutur legislator asal Jawa Tengah ini.

Pada saat itu, lanjut Fikri, disepakati skema status kepegawaian mereka. Ada yang diangkat jadi CPNS, PPPK, serta pegawai yang digaji minimal setara UMP atau UMK baik di sekolah negeri atau swasta. Namun faktanya tidak semua daerah sanggup menerapkan.

BACA JUGA: Urusan Guru Ditarik ke Pusat, Presiden Jokowi Berwacana tanpa Kajian

Persoalan semacam ini menurutnya harus diurai oleh pemerintah dan diselesaikan. Kemudian, perlu juga untuk dibicarakan peruntukan anggaran dengan nomenklatur dana transfer umum yang diperkirakan untuk pendidikan. Jumlahnya Rp 166 triliun.

"Nah, itu dikonsolidasikan sebelum kewenangan itu ditarik atau tidak. Bicarakan lebih dahulu dengan Kemendikbud, Kemenkeu, Bappenas, dan Kementerian PAN-RB, untuk memudahkan (urusan guru) akan dipusatkan atau tidak," jelasnya.

Fikri menambahkan bahwa berbagai terobosan atau inovasi yang disiapkan Mendikbud Nadiem Makarim bagus-bagus saja asalkan berbagai persoalan tadi diselesaikan.

Termasuk kekurangan tenaga pendidik yang jumlahnya sekitar 700 ribu guru yang sampai sekarang dewan belum menerima laporan apakah sudah dipenuhi atau belum.

"Kalau itu dilaksanakan, sudahlah mau terobosan, mau nanti ada merdeka belajar. Terobosan boleh-boleh saja, tapi problematika di lapangan itu juga harus diselesaikan. Kalau enggak, kita akan berkutat di hal yang itu-itu saja nanti. Ganti menteri, ganti presiden, sama saja problematikanya," tandas Fikri. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler