Dengan suara lantang Djusman, Senin (19/11) mengatakan bahwa pernyataan Ketua KPK terkait karebosi, CCC, dan Bansos serta PDAM adalah merupakan instrumen hukum yang harus dimaknai dan dipandang dengan perspektif hukum, juga bagian dari supervisi lisan bahkan merupakan pernyataan atau sindiran terbuka kepada institusi penegak hukum yang ada di wilayah Sulsel ini, khususnya Kejati dan Polda bahwa apakah kedua institusi ini mampu menyelesaikan kasus ini, dengan baik.
"Untuk itu diminta Kajati baru Mohammad Kohar bisa menuntaskan penyidikan kasus ini, agar supermasi hukum di Sulsel bisa ditegakkan. Intinya, jangan ada kongkalikong dalam penanganan kasus korupsi," katanya seperti yang dilansir FAJAR (JPNN Group), Selasa (20/11).
Menurut Djusman, sejauh ini penanganan kasus CCC, bansos, serta PDAM tersebut belum menampakkan hasil yang maksimal. Apalagi hingga kini Kejati Sulselbar belum menunjukkan progres positif.
Sebelumnya Abraham Samad menjelaskan, dalam undang-undang, KPK memang mempunyai kewenangan untuk mengambilalih suatu kasus ketika kasus tersebut tidak bisa disidik secara baik oleh instansi penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan.
Namun demikian, pra syarat untuk mengambil alih kasus yang sedang disidik kejaksaan, cukup banyak, di antaranya ketentuan yang harus dipenuhi adalah adanya pengakuan resmi dari aparat penegak hukum yang melakukan penyelidikan bahwa mereka tidak mampu menuntaskan kasus tersebut.
"Jadi sebaiknya, jika memang Kejaksaan tindak bisa menuntaskan kasus CCC dan Bansos, sebaiknya dijelaskan saja, agar KPK dapat mengambil alih kasus tersebut. Daripada kasusnya terkatung katung,"tandasnya.
Yang jelas, janji Abraham Samad bahwa KPK akan terus melakukan pengamatan. Kalau misalnya dalam kasus itu ternyata ada kongkalikong antara aparat kejaksaan dengan orang-orang yang disinyalir terlibat dalam kasus itu, perlu didukung.
Untuk kasus CCC, Perkembangan terbaru kejaksaan baru menangkap terpidana Abdul Hamid Rahim Sese yang buron selama hampir dua tahun.
Rahim Sese sebelumnya disebut sebagai pemilik lahan untuk membangun gedung CCC yang oleh Panitia Tim Sembilan, tanah itu dibebaskan senilai Rp3,4 miliar. Belakangan diketahui jika tanah itu ternyata milik negara, karena Rahim Sese memiliki dokumen palsu atas tanah itu.
Rahim Sese diseret ke pengadilan bersama Sidik Salam, seorang pejabat Pemprov Sulsel kala itu, karena diduga ikut terlibat dalam pembayaran kepada Rahim Sese. Ternyata, di persidangan, Sidik Salam bebas dan divonis tidak bersalah oleh majelis hakim.
Sementara, Rahim Sese divonis empat tahun penjara. Rahim masih sempat banding dan kasasi hingga ke Mahkamah Agung. Belakangan, Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan negeri dengan vonis empat tahun penjara untuk Rahim Sese.
Mendapat vonis itu, Rahim Sese melarikan diri hingga tertangkap belum lama ini di area penjualan kambing di Jalan Adipura.
Rahim merupakan saksi kunci dalam kasus ini dan diharapkan dapat menguak tabir korupsi CCC. Dari dana pembebasan Rp3,4 miliar, jaksa menyebutkan hanya sebagian yang dinikmati Rahim Sese dan sebagian diduga mengalir ke sejumlah pejabat, termasuk diduga mengalir ke Panitia Tim Sembilan.(id)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Laporan Korupsi di Jambi Masuk ke KPK
Redaktur : Tim Redaksi