JAKARTA - Hakim nonaktif pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin, dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena menerima uang Rp 250 juta dari kurator Puguh Wirawan. Hanya saja Syarifuddin yang sebelumnya dituntut 20 tahun penjara karena didakwa menerima sogokan, cuma diganjar dengan empat tahun penjara.
Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (28/2), majelis hakim yang diketuai Gusrizal menyatakan bahwa Syarifuddin melanggar pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf b jo Pasal 18 ayat 1 huruf (a) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut majelis, Syarifuddin selku hakim pengawas pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak terbukti meminta uang dari Puguh terkait perkara aset pailit PT Sky Camping Indonesia (PT SCI).
"Uang tersebut diberikan atas inisiatif kurator Puguh Wirawan, bukan permintaan terdakwa Syarifuddin dan tidak bertujuan untuk menggerakkan sesuatu," beber majelis.
Majelis berbeda pendapat dengan Jaksa Pemuntut Umum (JPU) KPK bahwa uang dari Puguh untuk merubah status aset pailit PT SCI dari boedel pailit menjadi non-boedel. Sebab menurut majelis, Syarifuddin sama sekali tidak merubah status SHGB 7251 berupa tanah seluas 19.550 meter persegi di kawasan Tambun, Bekasi, dari boedel palit menjadi non-boedel pailit.
Hanya saja majelis juga berpendapat bahwa Syarifuddin selaku hakim pengawas kepailitian telah membiarkan tindakan curang yang dilakukan oleh kurator Puguh Wirawan karena menjual aset secara di bawah tangan. Hakim kelahiran 26 November 1959 itu dianggap tidak melakukan tindakan sesuai UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. "Hakim pengawas harus melakukan tindakan karena hakim pengawas merupakan perpanjangan hakim pemutus," kata anggota majelis Mien Trisnawati.
Karenanya, majelis menyatakan Syarifuddin bersalah karena telah menerima pemberian Puguh. "Mengadili, menyatakan terdakwa Syarifuddin telah secara sah bersalah. Menjatuhkan hukuman oleh karenanya dengan pidana selama empat tahun penjara," kata hakim ketua, Gusrizal saat membacakan putusan.
Syarifuddin juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 150 juta. Jika denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan selama empat bulan.
Hukuman itu jelas jauh lebih ringan daripada tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sebelumnya, JPU meminta majelis menghukum Syarifuddin dengan 20 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hal yang diangap meringankan, karena Syarifuddin belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan sudah mengabdi selama 20 tahun lebih.
Sedangkan hal yang memebratkan, karena Hakim kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan itu dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Perbuatan terdakwa juga merusak citra hakim," kata hakim ketua Gusrizal.
Pada persidangan itu majelis juga menolak permintaan jaksa tentang pembuktian terbalik mengenai uang dalam pecahan mata uang asing yang ikut disita saat penggeledahan di rumah Syarifuddin. Yakni US$116 ribu, SGD245 ribu, ¥20 ribu, Riel Kamboja sebesar 12.600 dan 5900 Bath Thailand.
Menurut majelis, permintaan jaksa untuk melakukan pembuktian terbalik juga tidak memenuhi Pasal 38 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, uang-uang itu tidak dimasukkan dalam surat dakwaan. "Dalam dakwaan penuntut umum hanya mendakwakan perihal uang Rp 250 juta. Adapun (uang) yang tidak didakwakan maka barang bukti dikembalikan kepada terdakwa," kata anggota majelis hakim, Ugo.
Atas hukuman itu, tim JPU KPK mengaku masih pikir-pikir. Sedangkan Syarifuddin langsung menyatakan banding. "Kami menyatakan banding terhadap putusan tadi," ucapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gayus Jilid II Beraksi Sejak 2002
Redaktur : Tim Redaksi