Pengantin ISIS terkenal asal Melbourne, Zehra Duman, telah dibebaskan dari penjara di Turki dengan alasan tak ada orang lain dapat mengasuh dua anaknya yang masih di bawah enam tahun.
Informasi yang dihimpun ABC menyebutkan pengadilan di Turki membebaskan Zehra pada November lalu.
BACA JUGA: Sopir Ojol Menerima Pendapatan Lebih karena BTS Meal, tetapi Penggemar Khawatir Melihat Kerumunan
Dua bulan sebelum pembebasannya, ia divonis tujuh tahun penjara karena terbukti menjadi anggota kelompok teroris.
Zehra memiliki kewarganegaraan ganda, Australia dan Turki, sampai pertengahan 2019, ketika pemerintah Australia mencabut kewarganegaraannya
BACA JUGA: Kisah Pengungsi Rohingya Mengarungi Lautan Selama 113 Hari
Zehra naik namanya dan menjadi sorotan di antara perempuan Australia lainnya yang hidup di bawah ISIS, setelah di awal 2015, dia mengunggah ejekan terhadap pemerintah negara-negara barat di akun media sosial miliknya.
Ketika ISIS hancur di tahun 2019, Zehra dan dua anak balitanya termasuk dalam 70 wanita dan anak-anak Australia yang dibawa ke kampu al-Hawl di Suriah. Kepada ABC saat itu dia menyatakan keinginannya untuk pulang ke Australia.
BACA JUGA: Taklukkan Turki, Pencetak Gol Italia Luapkan Kegembiraannya
Pemerintah Australia telah menyampaikan pencabutan status kewarganegaraannya kepada Zehra melalui surat resmi.
"Menteri Dalam Negeri telah mengetahui perilaku yang menyebabkan Anda, sebagai warga negara atau warga negara dari negara selain Australia, yaitu Turki, tidak lagi menjadi warga negara Australia. Secara khusus, Menteri telah mengetahui bahwa Anda berada di bawah kekuasaan ISIS di luar Australia," demikian antara lain isi surat itu.
Tak lama kemudian, Zehra melarikan diri dari kamp pengungsi al-Hawl dengan bantuan penyelundup.
Namun ia ditangkap saat memasuki Turki.
Pada 21 September 2020, pengadilan di Kota Sanliurfa, Turki selatan, menjatuhkan vonis enam tahun 10 bulan penjara kepada Zehra karena terbukti menjadi anggota ISIS.
Namun, ABC mendapatkan informasi bahwa Zehra kemudian diadili lagi di Gaziantep, sebuah kota lain di Turki selatan, berselang dua bulan kemudian.
Dalam persidangan terakhir itu, pengadilan memutuskan untuk membebaskan Zehra dari tahanan, karena "dia adalah satu-satunya orang yang mampu mengasuh kedua anaknya, Jarrah dan Layla, yang berusia di bawah enam tahun".
Dengan vonis tersebut, Zehra (26 tahun), sekarang bebas bersyarat dan tinggal di salah satu wilayah Turki bersama kedua anaknya.
ABC mendapatkan salinan vonis pengadilan September 2020 yang menjatuhkan vonis penjara kepada Zehra.
Berkas perkara menyebutkan bukti-bukti mendalam dan pernyataan langsung dari Zehra, mengapa dia pergi ke Suriah dan apa yang terjadi padanya selama lima setengah tahun hidup di bawah ISIS.
Pernyataan Zehra dalam persidangan di Turki tidak dapat diverifikasi secara independen oleh ABC dan tak jelas apa yang dilakukan otoritas Turki untuk memverifikasinya.
Dalam persidangan terungkap bahwa, menurut kesaksian Zehra, dia dipaksa menikah lagi dua kali dan tiga suaminya tewas dalam pertempuran.
Disebutkan pula bahwa dia ditahan oleh ISIS karena mencoba melarikan diri dari kelompok itu pada awal 2017 dan dia memiliki dua anaknya dari suami kedua dan ketiganya saat berada di Suriah. Zehra jadi janda tiga kombatan ISIS
Dalam persidangan, Zehra Duman menyampaikan betapa kehidupannya sebagai anak-anak dan remaja di Australia sangat berat, ditandai dengan perceraian orangtuanya.
Saat berusia 14, dia mengaku berpacaran dengan remaja bernama Mahmoud Abdullatif, namun kemudian putus dan tak berhubungan lagi selama beberapa tahun.
Zehra perlahan-lahan mempelajari Islam di masa remajanya.
Kemudian pada tahun 2014, Mahmoud Abdullatif yang telah berubah menjadi fundamentalis dan bergabung dengan ISIS di Suriah, menghubunginya
"Mahmoud menemukan saya dan menghubungi saya melalui media sosial," demikian pengakuan Zehra dalam berkas pengadilan.
"Mahmoud tahu bahwa saya naif dan kehidupan saya sulit. Mahmoud mengatakan, 'Saya akan memberimu kehidupan yang indah.' Saya percaya pada Mahmoud."
Zehra melarikan diri dari keluarganya dan pergi ke Turki sebelum menyeberang ke Suriah pada akhir 2014, saat berusia 19 tahun.
Dia diselundupkan ke wilayah ISIS oleh seseorang bernama Abu Bakar dan ditempatkan di salah satu rumah yang menampung para wanita yang belum menikah.
"Mereka menyita telepon saya. Mereka mengambil paspor saya. Saya ketakutan," ujarnya.
Berselang sebulan kemudian, Mahmoud menjemputnya dari tempat itu dan membawanya ke Raqqa untuk menikah.
Mereka tinggal di sebuah kompleks bersama dengan beberapa kombatan ISIS asal Australia lainnya, termasuk kombatan terkenal asal Sydney, Khaled Sharrouf, yang di Suriah dipanggil dengan nama Abu Zarqawi.
Pada Januari 2015, Mahmoud tewas dalam suatu serangan udara. Soal kewarganegaraan masih digugat
Pada bulan April 2020, Zehra menggugat keputusan Australia soal pembatalan kewarganegaraan ke Mahkamah Agung Australia.
Kasusnya masih ditunda sejak Oktober lalu.
Departemen Dalam Negeri menolak mengomentari kasus ini dengan alasan persidangannya masih tertunda.
Namun dikatakan, kewarganegaraan Australia dengan dua status kewarganegaraan secara otomatis batal jika pemegangnya "bertindak tidak sejalan dengan kesetiaan mereka kepada Australia, terlibat dalam tindakan terorisme, atau jika mereka berperang untuk, atau melayani, organisasi teroris di luar negeri."
Pembebasan Zehra di Turki sangat kontras dengan nasib 63 perempuan dan anak-anak Australia yang terjebak dalam kondisi berbahaya di kamp-kamp tahanan di Suriah.
Padahal, mereka telah berulang kali meminta pulang ke Australia, meski beberapa di antaranya terancam hukuman penjara yang lama.
Kamalle Dabboussy, ayah dari salah satu perempuan dan tiga anak yang masih ditahan di Suriah, mengaku prihatin karena Zehra sekarang bebas di Turki, sementara anak perempuannya serta perempuan Australia lainnya yang mengikuti anjuran pemerintah masih tertahan.
"(Zehra) bebas dan tampaknya perempuan lain yang kurang atau tidak diperhatikan pemerintah justru masih dihukum."
Zehra merupakan generasi ketiga imigran Australia. Ia adalah satu dari belasan warga Australia, termasuk dua perempuan, yang kewarganegaraannya dicabut sejak 2015 terkait dengan ISIS.
Pemerintah Australia hanya membatalkan kewarganegaraan mereka yang memiliki dwi-kewarganegaraan atau berhak atas kewarganegaraan negara lain.
Orang yang hanya memiliki kewarganegaraan Australia tidak dapat dicabut status kewarganegaraannya karena akan menjadikan mereka tak memiliki kewarganegaraan.
Zehra juga hanya salah satu dari beberapa warga Australia, atau sekarang bekas warga Australia, yang ditangkap karena melarikan diri dari Suriah dan didakwa oleh pemerintah Turki atas keterlibatan dengan ISIS.
ABC sebelumnya mengungkapkan keberadaan seorang pria Sydney di penjara Turki yang dicari oleh FBI, Mohamed Zuhbi, serta warga Melbourne dan warga negara Selandia Baru Suhayra Aden.
Beberapa orang lainnya juga ditahan di penjara Turki, termasuk pria asal Melbourne, Neil Prakash, yang ditangkap pada 2016 setelah muncul di video propaganda ISIS.
Kemudian pria asal Queensland, Agim Ajazi, dideportasi ke Australia pada Desember 2019 dari Turki.
Ini terjadi sebulan setelah Dubes Turki untuk Australia meminta Canberra membantu pemulangan warga Australia dari Turki atas kejahatan terkait ISIS.
Awal bulan ini, Zuhbi juga dikembalikan ke Australia.
Meskipun berupaya berulang kali, ABC tidak dapat menghubungi keluarga Zehra di Australia untuk memberikan komentar.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Roberto Mancini Ungkap Rahasia di Balik Kemenangan Italia Atas Turki