Jet tempur F-16 milik Turki meminta agar pesawat milik maskapai nasional (flag carrier) Syria itu mendarat setelah intelijen negara tersebut mendapat informasi bahwa Airbus A0320 itu membawa pasokan atau kargo militer. Syrian Air pun mendarat di Bandara Esenboga sekitar pukul 16.30 waktu setempat (sekitar pukul 21.30 WIB). Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Recep Tayyip Erdogan menyebut pesawat milik maskapai nasional Syria (flag carrier) itu mengangkut kargo ilegal.
Rusia merupakan sekutu kunci dan juga pemasok utama persenjataan bagi Syria. Klaim Turki ternyata beralasan. Surat kabar pro-pemerintah Turki Yeni Safak melaporkan bahwa pesawat Syrian Air itu mengangkut 10 kontainer. ’’Kargo pesawat terdiri barang-barang yang tak seharusnya ada dalam penerbangan sipil,’’ kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Ahmet Davutoglu kemarin (11/10). Selain antena dan radio, kontainer itu berisi sejumlah komponen rudal.
Karena mendeteksi adanya peralatan militer di dalam pesawat komersial tersebut, Ankara pun mengirimkan jet F-16 untuk mencegat. Selanjutnya, F-16 milik Angkatan Udara (AU) Turki memaksa pesawat Syrian Air mendarat. ’’Menghentikan dan memeriksa pesawat mencurigakan yang melintasi wilayah udara Turki merupakan hak kami,’’ tegas Davutoglu.
Setelah ditahan sembilan jam, pesawat itu akhirnya diizinkan untuk terbang kembali. Syrian Air meninggalkan bandara pukul 01.30 dini hari tadi waktu setempat (sekitar pukul 06.30 WIB) dengan membawa 35 penumpang dan awaknya. Tetapi, seluruh kontainer kargonya tetap ditahan Turki. Pesawat itu mendarat di Bandara Internasional Damaskus pukul 05.10 waktu setempat (pukul 09.10 WIB), Kamis (11/10).
Kendati begitu, Syria menyatakan tersinggung dengan tindakan Turki itu. Menteri Perhubungan Syria Mohammad Ibrahim Said menyamakan aksi pencegatan tersebut dengan pembajakan. Apalagi, militer Turki kemudian memaksa pesawat sipil Syria itu mendarat. ’’Ini pembajakan udara. Militer Turki telah melanggar perjanjian dan regulasi soal penerbangan sipil,’’ kecamnya.
General Manager Badan Penerbangan Sipil Syria Ghaidaa Abdul-Latif juga menyesalkan aksi militer Turki tersebut. Menurut dia, pencegatan yang dilanjutkan dengan pemaksaan mendarat itu bertentangan dengan aturan dan norma penerbangan. Apalagi, kata dia, Turki secara terang-terangan menyebut pesawat Syria itu melakukan ’’agresi’’.
’’Seharusnya, militer Turki lebih dulu mengontak pilot pesawat kami dan memerintahkan dia mendarat. Tidak tiba-tiba seperti Rabu lalu,’’ sesalnya.
Dia mengatakan bahwa pilot Syrian Air terkejut dengan kemunculan jet F-16 Turki secara tiba-tiba. Apalagi, tanpa pemberitahuan, jet-jet tempur itu langsung memaksa pilot mendarat. ’’Jika pilot kami menolak, jet-jet militer itu akan menghadang di udara sampai pesawat mendarat di wilayah Turki,’’ ungkap Abdul-Latif.
Selain mencegat dan memaksa agar pesawat Syrian Air mendarat, militer Turki dituding juga melakukan kekerasan terhadap penumpangnya. ’’Sejumlah serdadu bersenjata naik ke pesawat dan mengikat tangan para kru sebelum melakukan inspeksi kargo,’’ ujar Haithan Kasser, insinyur pada Badan Penerbangan Sipil Syria (SCAA) yang berada dalam pesawat saat itu.
Tak hanya meningkatkan ketegangannya dengan Syria, insiden itu juga membuat hubungan Turki-Rusia memanas. Sebab, pesawat itu bertolak dari Moskow. Sebanyak 17 penumpangnya merupakan warga Rusia. Sempat beredar rumor bahwa Rusia sengaja mengirimkan bantuan senjata untuk Syria. Tapi, Kremlin secara tegas membantah bahwa pesawat itu membawa kargo militer dari Rusia.
Mengutip keterangan seorang pejabat Kedubes Rusia di Ankara, Kantor Berita ITAR-Tass melaporkan bahwa kargo berisi komponen rudal tersebut bukan berasal dari Moskow. ’’Rosoboronexport yang selama ini menangani ekspor militer Rusia tidak menitipkan kargo pada pesawat itu,’’ terang pejabat yang tidak disebutkan namanya tersebut.
Kantor berita Interfax malah mengutip sumber militer Rusia bahwa pesawat itu tidak membawa peralatan militer apapun. ’’Tidak ada senjata atau sistem maupun komponen untuk peralatan militer yang dibawa dengan pesawat penumpang,’’ ujar sumber militer tingkat tinggi Rusia yang tak mau disebut namanya itu. ’’Jika ada pengiriman senjata ke Syria, tak mungkin dilakukan secara ilegal,’’ lanjutnya.
Rusia pun mereaksi insiden itu. Presiden Vladimir Putin memutuskan untuk menunda kunjungannya ke Turki. Tidak ada penjelasan alasan penundaan maupun kapan kunjungan diadakan. Tetapi, media Turki dan Rusia menyebut bahwa kunjungan Putin semula dijadwalkan pada 15 Oktober ini.
’’Kunjungan ditunda. Tanggal yang baru akan dibahas lagi,’’ ungkap Dmitry Peskov, jubir Putin, kepada Agence France-Presse. Dia tak berkomentar apakah penundaan itu terkait dengan konflik Syria-Turki. ’’Kunjungan itu tetap jadi, tetapi ditunda,’’ katanya.
Alexander Lukashevich, jubir Kemenlu Rusia, juga menyesalkan aksi militer Turki tersebut. Menurut dia, aksi pencegatan itu membahayakan keselamatan penumpang sipil. ’’Keamanan dan keselamatan para penumpang jelas terancam. Apalagi, 17 orang di antaranya adalah warga Rusia,’’ ujarnya.
Lukashevich juga memprotes kebijakan Turki yang tidak mengizinkan konsulat dan dokter Rusia menemui para penumpang di bandara. Saat militer Turki memeriksa kargo pesawat, seluruh penumpang tertahan di bandara. Beberapa jam kemudian, pesawat boleh melanjutkan penerbangan tanpa kargo. Oleh karena itu, Moskow mendesak Ankara memberikan penjelasan tertulis. (AP/AFP/RTR/BBC/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sesame Street Protes Obama
Redaktur : Tim Redaksi