jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia (UI) Renny Nurhasana mengatakan pembatasan ruang promosi merokok maupun kawasan tanpa rokok (KTR) di Indonesia masih belum maksimal.
"Secara teori sudah ada peraturan-peraturannya, namun pelaksanaan di lapangan belum," kata Renny dalam diskusi virtual bertema Pandemi, Harga Cukai dan Naik Perokok Anak, Sabtu (9/5).
BACA JUGA: Kemkominfo Blokir Iklan Rokok di Internet
Renny lantas mencontohkan soal KTR yang sebenarnya sudah diatur dengan perda. Namun, perda KTR belum dilaksanakan di lapanga.
Selain itu, Renny menilai pengaturan promosi mengenai rokok juga masih belum maksimal. Sebab, masih ada iklan rokok di televisi meski sudah tidak menampilkan gambar produknya.
BACA JUGA: Setop Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok di Media Publik
"Di televisi masih bisa melihat iklan-iklam rokok. Nah, negara mana yang masih ada iklan rokoknya, di Indonesia masih, walaupun tidak ada gambarnya," tuturnya.
Renny menegaskan, banyak anak-anak yang menonton televisi, sementara iklan rokok masih sering muncul. "Jadi, peraturannya belum ada, belum bisa menyentuh sampai di situ," sambungnya.
BACA JUGA: Bangun Taman Smoking Area untuk Terapkan Perda Kawasan Tanpa Rokok
Menurut Renny, persoalan itu tidak bisa diselesaikan satu pihak. Sebab, penyelesaian masalah itu membutuhkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan.
Dalam penelitian FKJS UI, kata Renny, faktor rokok berharga murah dan teman sebaya menjadi pengaruh paling besar terhadap anak-anak untuk merokok.
"Paling besar faktor harga murah dan teman sebaya. Faktor lain-lainnya mendorong secara tidak langsung," kata dia.(boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy