Ucapkan Salam Duka ke Janda Tentara, Trump Tidak Peka

Jumat, 20 Oktober 2017 – 06:07 WIB
Presiden Donald Trump di Sidang Umum PBB. Foto: AFP

jpnn.com, WASHINGTON - Jika media tidak ramai memberitakan ucapan tak simpatik Presiden Donald Trump kepada Myeshia Johnson, mungkin publik tidak akan pernah tahu bahwa ada serangan militan yang menarget pasukan Amerika Serikat (AS) di Niger.

Atau, lebih parah lagi, publik tidak akan pernah tahu bahwa pasukan Negeri Paman Sam berada di sana.

BACA JUGA: Trump Usir Korban 98, DPR: Indonesia Sudah Aman Kok

Frederica Wilson, legislator asal Negara Bagian Florida, mendampingi Myeshia saat jenazah sang suami, La David Johnson, tiba di Kota Miami pada Sabtu (7/10).

Johnson merupakan salah seorang serdadu yang tewas dalam serangan militan ISIS di Greater Sahara.

BACA JUGA: Pemerintah Harus Fasilitasi Pemulangan WNI Terusir dari AS

Dia menjadi korban terakhir yang pulang ke AS. Jasad tiga temannya yang juga menjadi korban dalam insiden itu lebih dahulu tiba di AS.

Myeshia kehilangan sang suami untuk selama-lamanya dalam kondisi hamil. Wajar jika dia berduka. Wilson memahami itu. Tapi, Trump tidak.

BACA JUGA: Trump Usir WNI Korban 98, Komisi I: Ini Kemunduran

”Saya rasa, dia sudah tahu tentang risiko yang akan dia terima sejak kali pertama bergabung dengan militer. Tapi, bagaimanapun, ini memang menyedihkan,” ucap presiden ke-45 AS tersebut dalam perbincangan telepon dengan Myeshia.

Kalimat Trump itu terdengar oleh Wilson yang duduk di sebelah janda Johnson dalam limusin yang membawa mereka ke pemakaman.

”Presiden mengucapkan kata-kata yang menunjukkan bahwa dia tidak peduli,” keluh Wilson.

Segera saja, komentar tersebut menjadi buah bibir publik. Kecaman terhadap Trump pun datang dari berbagai kalangan. Suami Melania itu diklaim tidak peka.

Seperti biasa, Gedung Putih membantah. Trump juga tidak mengakui ucapannya. Dia mengaku bisa membuktikan bahwa tudingan itu salah karena perbincangan tersebut direkam.

Belakangan, Gedung Putih menegaskan bahwa perbincangan itu tidak direkam.

Johnson yang berpangkat sersan menjadi korban serangan militan ISIS di Niger. Gara-gara Trump yang tak sensitif, serangan pada 4 Oktober itu lantas menuai perhatian publik.

Sebab, untuk kali pertama sejak mengemban misi perdamaian di Niger pada 2013, serdadu AS menjadi korban. Apalagi, jumlah korbannya sampai empat orang.

”Ini pertempuran yang tidak mudah. Sungguh berat,” ungkap Menteri Pertahanan AS James ”Jim” Mattis.

Sayangnya, dia juga tidak punya banyak informasi tentang insiden yang melibatkan ISIS dan menewaskan empat serdadu AS tersebut.

Maka, begitu berita tentang insiden itu tersebar luas, Pentagon meminta penjelasan runtut dari militer terkait peristiwa tersebut.

Menurut tiga pejabat senior Pentagon, serangan tersebut terjadi di sekitar Greater Sahara, dekat perbatasan Mali dan Niger. Saat itu, sekitar 12 serdadu Baret Hijau (julukan untuk pasukan elite militer AS) sedang mengadakan pertemuan dengan para tokoh masyarakat.

Seusai pertemuan, sekitar 50 militan tiba-tiba menyerang mereka. Akibatnya, empat serdadu tewas dan dua lainnya terluka.

Di antara empat serdadu yang tewas tersebut, Johnson menjadi yang terakhir teridentifikasi. Bahkan, jenazahnya baru ditemukan sehari setelah kejadian.

Menurut Pentagon, hal itu terjadi karena medan di lokasi kejadian terlalu berat. Militan yang bercokol di kawasan tersebut mengenal betul seluk-beluk Greater Sahara.

Tidak seperti pasukan AS yang hanya melawat Greater Sahara saat berpatroli. Itu pun dengan didampingi pasukan Niger.

Maka, saat bentrokan terjadi dan serdadu-serdadu AS tercerai-berai, tidak ada yang sadar bahwa Johnson hilang. Semuanya baru terjawab pada hari berikutnya ketika jasad Johnson ditemukan.

”Serdadu keempat yang menjadi korban militan Niger teridentifikasi dan langsung diterbangkan ke AS pada 7 Oktober. Tiga serdadu lainnya sudah dipulangkan pada 5 Oktober,” terang seorang pejabat Pentagon.

Karena tidak ada informasi terperinci tentang insiden maut itu, Mattis mengirimkan tim ke Niger. ”Mereka bertugas menggali sebanyak-banyaknya informasi untuk kemudian disampaikan kepada publik AS,” lanjut pejabat yang merahasiakan namanya itu.

Berseberangan dengan Mattis, Trump mengaku sudah puas dengan informasi yang dia dapat tentang insiden tersebut. Hal itu diungkapkan Sarah Sanders, juru bicara Gedung Putih. (BBC/CNN/ABC/hep/c6/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usir WNI Korban Kerusuhan 1998, Trump Realisasikan Janji


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler