Ugir, Mahasiswa Peternak Jangkrik, Omzet Rp 16 Juta per Bulan

Senin, 23 November 2015 – 09:04 WIB
Sugiarto dan kandang jankriknya. Foto: Ali Ibrahim/JPG

jpnn.com - SUGIARTO, dengan bekal keyakinan dan tekad yang kuat, kini ia sukses menjadi pengusaha jangkrik beromzet jutaan rupiah per minggu.

-----------------------

BACA JUGA: Sensasi Bermalam di Pulau Sadau, Misteri Makam tak Tergerus Ombak

Ali Ibrahim, Purwokerto

-----------------------

BACA JUGA: Di Kapuas Hulu, Ringgit Lebih Laku daripada Rupiah

Ugir, sapaan akrabnya, merintis usaha budidaya jangkrik pada 2014 di rumahnya yang berletak di Kelurahan Bobosan, Kecamatan Purwokerto Utara.

Kendati masih berstatus sebagai mahasiswa Sosiologi Fisip Unsoed, hal tersebut tidak membuatnya malu ketika memutuskan menjadi peternak jangkrik.

BACA JUGA: Jarang Muncul di Layar Kaca setelah Berhijab, Kini Bisnis dan Mengaji

"Awalnya pernah ternak tikus putih namun tidak berjalan lama hanya beberapa bulan. Akhirnya banting setir ke jangkrik dan ternyata lebih simpel namun pangsa pasarnya banyak karena banyak digunakan orang untuk memberi pakan burung," jelasnya.

Lebih dari 30 kandang kapasitas produksinya ialah hingga 20 kilogram (kg) jangkrik dan telur jangkrik yang siap dibudidayakan.

Dari usahanya ini, meski masih berstatus mahasiswa, dirinya mampu mengisi pundi -pundi ekonominya sendiri. Meski masih berskala lokal, jangkrik hasil tangkarannya dipasarkan ke sejumlah kios burung di Purwokerto.

"Kebanyakan jangkrik itu digunakan untuk pakan burung, pakan ikan hias, umpan memancing, dan ada juga yang pesan untuk dijual lagi," katanya.

Ia membanderol harga 1 kg jangkrik sebesar Rp 45.000-Rp 50.000, sedangkan telur jangkrik dihargai lebih mahal lagi. "Untuk varietas jangkrik alas, harganya Rp 350.000-Rp 400.000 per kg, sedangkan harga varietas telur jangkrik kalung sebesar Rp 325.000 per kg," terangnya.

Dari usaha ini, ia bisa mendapat omzet Rp 3 hingga 4 juta per minggu. Itu belum termasuk dari penjualan telur jangkrik untuk pembibitan.

Kendati sukses menangguk omzet cukup besar, ia tidak lantas berpuas diri. Sukses Ugir tidak datang begitu saja.Tempaan pengalaman panjang ia alami di dunia bisnis. Pria ini sudah berkenalan dengan dunia bisnis.

Awalnya, ia menekuni usaha sebagai penghobi sekaligus menjual berbagai reptil. dari hobinya itu ia merambah ke biudidaya tikus putih. Namun lambat laun, penggemar reptil mulai surut hingga usahanya jeblok.

Dari pengalaman itu, minatnya terhadap dunia bisnis makin kuat. Seiring itu, cita-citanya menjadi seorang sosiolog pun mulai luntur. Baginya, menjadi seorang pengusaha lebih menarik ketimbang seorang sosiolog. Maka dari itu, Ugir sudah mantap menjadi pengusaha.

Ide bisnisnya ini didapat setelah ia melihat minimnya pasokan jangkrik di Purwokerto. Ia kerap mendengar keluhan para pedagang dan peternak burung tentang minimnya pasokan jangkrik untuk pakan burung mereka. "Saat itu, populasi jangkrik menurun," katanya.

Dari situ, naluri bisnisnya terus muncul. Ia melihat itu sebagai peluang bisnis baru. Maka dari itu ia bertekad untuk menekuni usaha ini. Ugir lalu menyisihkan sisa uang usahanya yang dulu dan uang tabungannya untuk modal usahanya.

Tanpa menghiraukan pengalaman pahit sebelumnya, Ugir pun langsung memulai usaha ini. Ia langsung membuat kandang dan membeli bibit jangkrik. Sikap Ugir ini sempat membuat orangtuanya khawatir.

Namun, tekadnya untuk menerjuni dunia bisnis sudah kuat. Kekecewaan orang sekitarnya justru semakin memacu dan mendorongnya untuk sukses di dunia usaha.

Dengan modal dari hasil merogoh tabungan, Ugir membuat kandang serta bibit jangkrik varietas jangkrik alam dan jangkrik seliring. Meski usahanya sudah berjalan lebih dari setahun Ugir mengaku hanya bisa menikmati sedikit keuntungan dari penjualan jangkrik.

Sebab, dia masih harus memutar uang yang didapat untuk dijadikan modal agar usahanya terus berjalan dan berkembang.

Ia mengatakan, masa hidup jangkrik cukup singkat, dari telur hingga mati hanya dua bulan. Karena itu, ketika panen, jangkrik harus segera dikirim ke pelanggan. Jika tidak, jangkrik akan mati. Oleh sebab itu, jika belum ada pemasok, mau tidak mau Ugir harus menelan kerugian. Tidak jarang dia sampai harus merugi.

Namun, konsistensinya selama lebih dari setahun akhirnya membuahkan hasil. Lambat laun pemesan yang datang makin banyak. Salah satu cara yang dia tempuh ialah dengan membuat situs pemasaran, dan juga lewat media sosial.

Hasil jangkrik budidayanya banyak didistribusikan ke toko-toko burung dan para pehobi burung kicauan. "Fokus utama adalah melakukan pengembangbiakan jangkrik dan memastikan kualitas dan telurnya selalu terjaga baik," pungkasnya. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Novelis Aguk Irawan "Berjihad Literasi" di Pesantren Baitul Kilmah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler