jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin mengaku sulit menampik dugaan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke dua kabupaten di Kalimantan Timur, tidak terindikasi kepentingan politik, terutama Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Pasalnya, Jokowi naik menjadi presiden setelah sebelumnya menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta. Artinya, posisi sebagai kepala daerah di ibukota sangat strategis mengangkat elektabilitas seseorang untuk terpilih di pemilihan presiden. Sementara diketahui, gubernur DKI saat ini bukan berasal dari kubu yang mendukung Jokowi di Pilpres 2019.
BACA JUGA: Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Begini Komentar Tantri Kotak
"Bisa saja indikasi itu ada, karena kita tahu Jokowi itu produk gubernur ibu kota negara yang jadi presiden," ujar Ujang kepada JPNN, Selasa (27/8).
BACA JUGA: Pindah Ibu Kota, Banyak PNS Bakal Minta Pensiun Dini
BACA JUGA: Apa Kata Juara Dunia soal Pemindahan Ibu Kota?
Selain beraroma politis, dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini juga menyebut kebijakan pemindahan ibu kota sarat dengan aroma bisnis. Pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini mengacu pada besarnya aset yang bakal ditukar guling ketika nantinya ibukota dipindah.
Belum lagi terkait pembangunan di lahan baru nantinya, menghabiskan biaya yang tidak sedikit.
BACA JUGA: Pemindahan Ibu Kota, Waskita Beton Mulai Bangun Plant Penajam
"Begitu kental aroma politis dan bisnisnya. Aroma politisnya berindikasi ke Pilpres 2024 dan aroma bisnis penguasaan tanah di ibukota baru oleh pengusaha-pengusaha kakap," katanya.
Apakah ada kaitan pemindahan ibukota dengan peningkatan kesejahteraan rakyat? Ujang secara tegas menjawab tidak ada.
"Itu murni kepentingan elite politik dan pengusaha-pengusaha besar. Dengan ibukota baru, harga tanah naik, mana mungkin rakyat biasa bisa beli tanah. Untuk makan pun susah," pungkas Ujang.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Sebut Infrastruktur Ibu Kota Baru Mulai Dibangun Tahun Depan
Redaktur & Reporter : Ken Girsang