’’Sejak hari ini mulai diberlakukan, kita berikan kekuasaan penuh kepada otonomi daerah untuk penguasaan tambangnya. Tetapi hal itu harus dikonsultasikan dengan pemerintah pusat dan persetujuan pemerintah pusat,’’ ujar Ketua MK Mahfud MD usai sidang di Gedung MK, Kamis (22/11).
Kuasa hukum pemohon Robbikin MH menyatakan, putusan ini menguntungkan pemerintah daerah. Sebab, Pemda punya kekuasaan dalam mengatur daerah tambangnya.
’’Pengaruhnya ke aspek ekonomi, Pemda boleh kelola tambang di daerahnya sendiri. Dengan demikian Pemda bisa mengatur berapa persen jatah untuk cadangan nasional dan berapa persen untuk daerahnya sendiri. Selama ini kan pusat yang mengatur. Tapi sekarang pun harus tetap persetujuan pemerintah,’’ paparnya.
MK mengabulkan sebagian pengujian UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam putusannya, MK menyatakan penetapan wilayah pertambangan (WP) dilakukan setelah ditentukan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
MK menghapus frasa "setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah" dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 17 UU Minerba bertentangan dengan UUD1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "setelah ditentukan oleh pemerintah daerah".
"Pasal 6 ayat (1) huruf e UU Minerba selengkapnya menjadi, "Penetapan WP yang dilakukan setelah ditentukan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia"," kata Mahfud.
Selain itu, MK juga menghapus frasa "Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan" dalam Pasal 14 ayat (2) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Penentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh". Sedangkan Pasal 9 ayat (2) UU Minerba selengkapnya menjadi: "WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia".
Pasal 14 ayat (1) menjadi: "Penetapan WUP dilakukan Pemerintah setelah ditentukan pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia".
Sementara, dalam Pasal 14 ayat (2) selengkapnya menjadi: "Penentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah".
Pasal 17 selengkapnya menjadi, "Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah".
Dalam pertimbangannya, MK menilai urusan pemerintahan dalam menetapkan WP, WUP dan batas serta luas WIUP, bukanlah termasuk urusan pemerintahan yang mutlak menjadi urusan pemerintah pusat dalam rangka menjamin kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia, tetapi merupakan urusan pemerintahan yang bersifat fakultatif yang sangat tergantung pada situasi, kondisi dan kebutuhan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Menurut Mahkamah untuk menentukan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat fakultatif haruslah berdasarkan pada semangat konstitusi yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangannya.
Karena itu, kata Hamdan, pembagian urusan pemerintahan dan kewenangan yang bersifat fakultatif harus berdasarkan pada situasi, kondisi dan kebutuhan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan serta prinsip demokrasi. ’’Terkait sumber daya alam, harus pula mempertimbangkan prinsip keadilan dan keselarasan dalam pemanfaatan sumber daya alam, dalam hal ini Minerba,’’ kata Hamdan. (ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Anak Buah Hartati Merasa Ditekan Amran
Redaktur : Tim Redaksi