JAKARTA--Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto blak-blakan menyebut, prestasi pemberantasan korupsi di Indonesia mengecewakan, alias belum menggembirakan.
Dia menyebut, berdasarkan Inpres Nomor 17 tahun 2011, Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, masih ada 66 sub rencana aksi yang belum terlaksana dengan baik.
Hal-hal yang masih mengecewakan di antaranya penyusunan beberapa aturan atau kebijakan anti korupsi yang tidak sesuai dengan target Inpres. Misalnya, kata Kuntoro, Rancangan Undang-Undang KUHAP dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang belum diselesaikan.
"Selain itu, belum semua instansi penegak hukum mengangkat pejabat di posisi-posisi strategis melalui proses seleksi yang ketat. Misalnya belum mempertimbangkan laporan kekayaannya (LHKPN) dan laporan analisis dari PPATK," ujar Kuntoro di kantornya, Jakarta, Kamis (3/1).
Faktor lain yang mengecewakan adalah penegak hukum di Indonesia belum berorientasi pada perampasan aset koruptor. Termasuk masih belum menguatnya koordinasi antarinstansi dan perencanaan kerja yang kurang matang.
Terkait itu, UKP4 menyoroti konflik Polri dan KPK yang sempat berkepanjangan dan dinilai mempengaruhi kerja pemberantasan korupsi kedua lembaga itu.
Di sisi lain, ia juga menyoroti koordinasi lembaga pengawas eksternal maupun internal yang masih lemah.
"Misalnya data sharing belum berjalan baik, pemantauan bersama belum berjalan baik sebagaimana seharusnya," sambung Kuntoro.
UKP4 dalam evaluasainya juga menyoroti mengenai Indeks persepsi korupsi (IPK) tahun 2012, yang hanya 3,2. Hal ini dianggap belum menggembirakan. Meski ada peningkatan dari tahun 2011 yang hanya 2,8 naik meningkat menjadi 3,2. UKP4 menginginkan angka maksimal yaitu 4.
IPK yang kurang memuaskan ini, tuturnya, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, masih maraknya aksi Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dalam proses perizinan usaha, meningkatnya pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan oknum DPR, kepala daerah, penegak hukum, dan pajak serta konflik Polri-KPK
"Termasuk adanya perubahan sistem melalui pencegahan, yang tidak dapat dirasakan hasilnya," lanjut Kuntoro.
Menurut Kuntoro, dalam Inpres 17/2011 itu memiliki total 199 sub aksi. Keseluruhan sub aksi yang lebih menekankan pada aspek pencegahan atau perbaikan sistem. Per September 2012, tercatat 128 (64%) memuaskan, 5 (3%) sangat memuaskan, 17 (9%) perlu perhatian, 45 (23%) mengecewakan, sisanya tidak ber-milestone.
Meski banyak hasil yang kurang memuaskan maupun mengecewakan, Kuntoro mengatakan potensi untuk perbaikan di masa mendatang cukup besar. Dia menuturkan hasil survei perilaku antikorupsi masyarakat (IPAK) menunjukkan skor yang cukup baik, yaitu 3,55 dari skala 5.
"Masyarakat sekarang cenderung antikorupsi. Ada media interaktif untuk partisipasi publik dalam melaporkan atau memonitoring pelaksaan program pembangunan termasuk dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Jadi laporkan saja melalui SMS 1708 atau ke www.lapor.ukp.go.id," pungkas Kuntoro. (flo/jpnn)
Dia menyebut, berdasarkan Inpres Nomor 17 tahun 2011, Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, masih ada 66 sub rencana aksi yang belum terlaksana dengan baik.
Hal-hal yang masih mengecewakan di antaranya penyusunan beberapa aturan atau kebijakan anti korupsi yang tidak sesuai dengan target Inpres. Misalnya, kata Kuntoro, Rancangan Undang-Undang KUHAP dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang belum diselesaikan.
"Selain itu, belum semua instansi penegak hukum mengangkat pejabat di posisi-posisi strategis melalui proses seleksi yang ketat. Misalnya belum mempertimbangkan laporan kekayaannya (LHKPN) dan laporan analisis dari PPATK," ujar Kuntoro di kantornya, Jakarta, Kamis (3/1).
Faktor lain yang mengecewakan adalah penegak hukum di Indonesia belum berorientasi pada perampasan aset koruptor. Termasuk masih belum menguatnya koordinasi antarinstansi dan perencanaan kerja yang kurang matang.
Terkait itu, UKP4 menyoroti konflik Polri dan KPK yang sempat berkepanjangan dan dinilai mempengaruhi kerja pemberantasan korupsi kedua lembaga itu.
Di sisi lain, ia juga menyoroti koordinasi lembaga pengawas eksternal maupun internal yang masih lemah.
"Misalnya data sharing belum berjalan baik, pemantauan bersama belum berjalan baik sebagaimana seharusnya," sambung Kuntoro.
UKP4 dalam evaluasainya juga menyoroti mengenai Indeks persepsi korupsi (IPK) tahun 2012, yang hanya 3,2. Hal ini dianggap belum menggembirakan. Meski ada peningkatan dari tahun 2011 yang hanya 2,8 naik meningkat menjadi 3,2. UKP4 menginginkan angka maksimal yaitu 4.
IPK yang kurang memuaskan ini, tuturnya, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, masih maraknya aksi Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dalam proses perizinan usaha, meningkatnya pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan oknum DPR, kepala daerah, penegak hukum, dan pajak serta konflik Polri-KPK
"Termasuk adanya perubahan sistem melalui pencegahan, yang tidak dapat dirasakan hasilnya," lanjut Kuntoro.
Menurut Kuntoro, dalam Inpres 17/2011 itu memiliki total 199 sub aksi. Keseluruhan sub aksi yang lebih menekankan pada aspek pencegahan atau perbaikan sistem. Per September 2012, tercatat 128 (64%) memuaskan, 5 (3%) sangat memuaskan, 17 (9%) perlu perhatian, 45 (23%) mengecewakan, sisanya tidak ber-milestone.
Meski banyak hasil yang kurang memuaskan maupun mengecewakan, Kuntoro mengatakan potensi untuk perbaikan di masa mendatang cukup besar. Dia menuturkan hasil survei perilaku antikorupsi masyarakat (IPAK) menunjukkan skor yang cukup baik, yaitu 3,55 dari skala 5.
"Masyarakat sekarang cenderung antikorupsi. Ada media interaktif untuk partisipasi publik dalam melaporkan atau memonitoring pelaksaan program pembangunan termasuk dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Jadi laporkan saja melalui SMS 1708 atau ke www.lapor.ukp.go.id," pungkas Kuntoro. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konsisten soal Lingkungan, PKB Tegaskan Antipembalakan
Redaktur : Tim Redaksi