SURABAYA - Penyelidikan atas kasus Briptu Rani Indah Nugraeni berimbas kepada Kapolres Mojokerto AKBP Eko Puji Nugroho. Dia dijatuhi sanksi karena terbukti telah melanggar pasal 7 Peraturan Kapolri No 14/2011. Yakni, bersikap tidak patut sebagai seorang pimpinan kepada bawahan.
Keputusan itu diambil dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang diadakan di Polda Jatim pada Rabu malam (26/6). Sidang berlangsung di ruang tertutup sejak pukul 16.30. Tidak ada awak media yang diizinkan masuk untuk meliput. Semua hanya mendengar dari luar ruang sidang.
Sekitar pukul 18.00, sidang tersebut secara tiba-tiba dihentikan. Berdasar informasi dari anggota Bidpropam Polda Jatim, penghentian itu dilakukan untuk memberikan waktu melaksanakan ibadah.
Tetapi, realitasnya berbeda. Secara tiba-tiba, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo melakukan video conference (vidcon) dengan jajarannya. Tidak diketahui jelas materi yang dibicarakan terkait dengan kasus sidang yang sedang berlangsung atau kasus lainnya.
Setelah video conference selesai, sidang pun dilanjutkan. Dalam sidang tersebut, dipaparkan bahwa Eko mengukur tubuh Briptu Rani untuk pembuatan seragam baru. Aksi itu dilakukan di depan tukang jahit dan enam perwira lain. Artinya, ada saksi yang melihat peristiwa tersebut.
Saat peristiwa pengukuran itu, Briptu Rani menjabat sekretaris pribadi (Sekpri) Kapolres. Itulah yang menjadi dasar dijatuhkannya putusan sanksi kepada Eko.
Kepada wartawan, Kabidhumas Polda Jatim AKBP Awi Setiyono menyatakan bahwa hanya tuduhan soal pengukuran tubuh Briptu Rani yang terbukti. Dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan terdakwa belum terbukti. ''Salah satu penyebab, tidak ada saksi yang dapat menjelaskan perbuatan (pelecehan seksual) itu,'' katanya kemarin.
Atas dasar keputusan KKEP tersebut, Eko bakal terkena sanksi mutasi yang bersifat demosi. Artinya, mantan Kasatreskoba Polrestabes Surabaya itu akan turun ke jabatan yang lebih rendah. ''Pemindahan atau sanksi masih menunggu kabar selanjutnya,'' jelasnya.
Soal status Briptu Rani, Awi juga menegaskan bahwa dia masih menjadi anggota Polri. Hanya, Briptu Rani tetap harus menjalani tanggungan sesuai dengan surat keputusan hukuman disiplin (SKHD) yang ditetapkan pada Januari lalu.
Briptu Rani diputuskan ditahan selama 21 hari karena tidak masuk tanpa izin lebih dari tiga hari. Sejak Rabu malam lalu, dia mulai menjalankan tanggungan tersebut di salah satu ruang di Mapolda Jatim.
Sumber di internal kepolisian menyebutkan, lokasi penahanan Briptu Rani tidak seperti biasanya. Dia tidak dicampur dengan anggota polisi lain yang ditahan karena terlibat kasus pelanggaran kode etik. Ruang yang ditempati terdakwa diawasi lebih ketat.
Setiap gerak-gerik Briptu Rani dapat dipantau. Dengan demikian, dia tidak bisa berbuat macam-macam. Termasuk, berkomunikasi dengan orang luar. Hari ini (28/6) sidang KKEP yang menyangkut nasib Briptu Rani akan dilaksanakan.
Briptu Rani menjadi pemberitaan setelah dia dikabarkan melakukan desersi lebih dari tiga hari. Berbagai pertanyaan terkait dengan kasus itu muncul. Yakni, soal latar belakang Briptu Rani melakukan tindakan pelanggaran tersebut. Hal itu ditambah lagi dengan beredarnya foto syur yang mirip dengan dirinya.
Kasus tersebut akhirnya terungkap. Briptu Rani menyampaikan testimoni secara terbuka mengenai berbagai tekanan yang dialami selama bertugas di Polres Mojokerto. Menurut pengakuannya, tekanan itu didapat dari atasan. Salah satu tekanan tersebut dikabarkan sebagai bentuk pelecehan terhadap dirinya sebagai perempuan. (riq/c14/dwi)
Keputusan itu diambil dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang diadakan di Polda Jatim pada Rabu malam (26/6). Sidang berlangsung di ruang tertutup sejak pukul 16.30. Tidak ada awak media yang diizinkan masuk untuk meliput. Semua hanya mendengar dari luar ruang sidang.
Sekitar pukul 18.00, sidang tersebut secara tiba-tiba dihentikan. Berdasar informasi dari anggota Bidpropam Polda Jatim, penghentian itu dilakukan untuk memberikan waktu melaksanakan ibadah.
Tetapi, realitasnya berbeda. Secara tiba-tiba, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo melakukan video conference (vidcon) dengan jajarannya. Tidak diketahui jelas materi yang dibicarakan terkait dengan kasus sidang yang sedang berlangsung atau kasus lainnya.
Setelah video conference selesai, sidang pun dilanjutkan. Dalam sidang tersebut, dipaparkan bahwa Eko mengukur tubuh Briptu Rani untuk pembuatan seragam baru. Aksi itu dilakukan di depan tukang jahit dan enam perwira lain. Artinya, ada saksi yang melihat peristiwa tersebut.
Saat peristiwa pengukuran itu, Briptu Rani menjabat sekretaris pribadi (Sekpri) Kapolres. Itulah yang menjadi dasar dijatuhkannya putusan sanksi kepada Eko.
Kepada wartawan, Kabidhumas Polda Jatim AKBP Awi Setiyono menyatakan bahwa hanya tuduhan soal pengukuran tubuh Briptu Rani yang terbukti. Dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan terdakwa belum terbukti. ''Salah satu penyebab, tidak ada saksi yang dapat menjelaskan perbuatan (pelecehan seksual) itu,'' katanya kemarin.
Atas dasar keputusan KKEP tersebut, Eko bakal terkena sanksi mutasi yang bersifat demosi. Artinya, mantan Kasatreskoba Polrestabes Surabaya itu akan turun ke jabatan yang lebih rendah. ''Pemindahan atau sanksi masih menunggu kabar selanjutnya,'' jelasnya.
Soal status Briptu Rani, Awi juga menegaskan bahwa dia masih menjadi anggota Polri. Hanya, Briptu Rani tetap harus menjalani tanggungan sesuai dengan surat keputusan hukuman disiplin (SKHD) yang ditetapkan pada Januari lalu.
Briptu Rani diputuskan ditahan selama 21 hari karena tidak masuk tanpa izin lebih dari tiga hari. Sejak Rabu malam lalu, dia mulai menjalankan tanggungan tersebut di salah satu ruang di Mapolda Jatim.
Sumber di internal kepolisian menyebutkan, lokasi penahanan Briptu Rani tidak seperti biasanya. Dia tidak dicampur dengan anggota polisi lain yang ditahan karena terlibat kasus pelanggaran kode etik. Ruang yang ditempati terdakwa diawasi lebih ketat.
Setiap gerak-gerik Briptu Rani dapat dipantau. Dengan demikian, dia tidak bisa berbuat macam-macam. Termasuk, berkomunikasi dengan orang luar. Hari ini (28/6) sidang KKEP yang menyangkut nasib Briptu Rani akan dilaksanakan.
Briptu Rani menjadi pemberitaan setelah dia dikabarkan melakukan desersi lebih dari tiga hari. Berbagai pertanyaan terkait dengan kasus itu muncul. Yakni, soal latar belakang Briptu Rani melakukan tindakan pelanggaran tersebut. Hal itu ditambah lagi dengan beredarnya foto syur yang mirip dengan dirinya.
Kasus tersebut akhirnya terungkap. Briptu Rani menyampaikan testimoni secara terbuka mengenai berbagai tekanan yang dialami selama bertugas di Polres Mojokerto. Menurut pengakuannya, tekanan itu didapat dari atasan. Salah satu tekanan tersebut dikabarkan sebagai bentuk pelecehan terhadap dirinya sebagai perempuan. (riq/c14/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta: Pemberdayaan Yes, Penggusuran No
Redaktur : Tim Redaksi