jpnn.com - Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, telah lama mengakui peran sentral ulama dalam membentuk karakter masyarakat dan mengarahkan kehidupan spiritual.
Ulama, sebagai pemimpin rohaniah, tidak hanya memberikan panduan keagamaan, tetapi juga turut serta dalam pembangunan sosial dan politik.
BACA JUGA: Didukung Ulama se-Sumenep, Anies Yakin Masyarakat Madura Konsisten di Barisan Perubahan
Kaitan antara ulama dan politik semakin terlihat ketika Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 2, Gibran Rakabuming Raka, bersama Sekretaris TKN Nusron Wahid, mengunjungi ulama sepuh, Ayib Thohir, di Cirebon.
Pentingnya peran ulama dalam konteks ini tidak dapat diabaikan. Ulama, sebagai figur agama, memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing umat dan memberikan arahan moral.
BACA JUGA: Istigasah Bareng Ulama di Sumenep, Anies-Muhaimin Ajak Warga Madura Pilih Nomor 01
Kehadiran mereka bukan hanya pada ranah spiritual, tetapi juga di bidang sosial dan politik.
Kunjungan Gibran ke Ayib Thohir mencerminkan kesadaran akan pentingnya mendapatkan dukungan dan restu dari tokoh agama sebelum terlibat dalam panggung politik yang semakin kompleks.
BACA JUGA: Pimpinan Salafiyah Tajul Falah dan Ulama Karismatik di Banten Dukung Prabowo-Gibran
Ayib Thohir, sebagai ulama sepuh di Cirebon, memiliki pengaruh yang besar dalam masyarakat setempat.
Keberhasilan Gibran meraih sambutan hangat dari Ayib Thohir dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap komitmen dan integritasnya. Pertemuan tertutup selama satu jam menunjukkan adanya dialog dan pemahaman antara keduanya.
Ini menandakan bahwa para pemimpin politik, seperti Gibran, mengakui peran kunci ulama dalam membentuk opini dan dukungan masyarakat.
Ketika Gibran menjabat tangan Ayib Thohir dengan senyuman, itu bukan hanya sebuah gestur sopan, tetapi juga mencerminkan sikap hormat terhadap otoritas agama.
Dalam budaya Indonesia, khususnya di kalangan Muslim, menjaga hubungan baik dengan ulama dianggap sebagai langkah bijak untuk mendapatkan dukungan spiritual dan moral.
Gibran tidak hanya menghadirkan diri sebagai tokoh politik, tetapi juga sebagai pribadi yang menghargai nilai-nilai keagamaan.
Pentingnya kunjungan ini juga terletak pada interaksi Gibran dengan masyarakat setempat. Dalam kegiatan silaturahmi ini, Gibran tidak hanya berinteraksi dengan Ayib Thohir, tetapi juga dengan para warga.
Hal ini menunjukkan bahwa politisi seharusnya tidak hanya mengedepankan hubungan dengan pemimpin agama, tetapi juga masyarakat umum.
Dalam konteks politik, membangun hubungan yang baik dengan berbagai lapisan masyarakat merupakan langkah strategis untuk meraih dukungan luas.
Ketika Gibran menyatakan bahwa kunjungan ini sebagai balasan dari kehadiran Ayib Thohir di acara Haul di Masjid Raya Syeikh Zayed Solo, itu menunjukkan adanya hubungan yang tidak hanya sekadar formalitas.
Ini menandakan bahwa komunikasi antara pemimpin agama dan politisi tidak hanya terjadi saat kampanye, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Ini menciptakan kedekatan yang lebih tulus dan membentuk dasar yang kuat untuk kerja sama di masa depan.
Permintaan doa Gibran agar semua urusan dilancarkan juga mencerminkan kesadaran akan kebutuhan spiritual dalam menjalani perjalanan politik.
Ini menciptakan gambaran bahwa keberhasilan Gibran tidak hanya bergantung pada dukungan politik, tetapi juga pada restu dan doa dari tokoh agama.
Dalam budaya Indonesia yang religius, permintaan doa seperti ini dapat memiliki dampak positif dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap seorang pemimpin.
Kunjungan ini juga menyoroti pentingnya kerukunan antara pemimpin agama dan pemimpin politik dalam konteks keberagaman Indonesia.
Ayib Thohir, sebagai tokoh agama, menyambut Gibran dengan hangat, menunjukkan bahwa harmoni antara agama dan politik dapat terwujud jika ada saling penghormatan dan pemahaman.
Hal ini sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, bahwa dalam perbedaan, kita dapat hidup berdampingan secara damai.
Meskipun kunjungan ini menggambarkan hubungan positif antara Gibran dan ulama setempat, peran ulama dalam politik tetap perlu dipertimbangkan dengan bijak.
Terlalu banyak campur tangan ulama dalam politik dapat membawa dampak negatif, seperti polarisasi masyarakat dan penyalahgunaan agama untuk kepentingan politik.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara keberagaman dan stabilitas politik.
Kunjungan Gibran Rakabuming Raka ke Ayib Thohir di Cirebon bukan hanya sekadar pertemuan formal, tetapi mencerminkan hubungan yang tulus antara pemimpin agama dan politisi.
Dukungan spiritual dan moral dari ulama dapat menjadi modal berharga bagi seorang pemimpin dalam menjalani tugasnya.
Namun, dalam konteks keberagaman, perlu dijaga keseimbangan agar tidak menimbulkan konflik dan ketidakstabilan. Semoga kunjungan ini menjadi langkah positif dalam membangun kerukunan dan keberagaman di Indonesia.
Penulis Adalah Koordinator Departeman Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Tarjamah
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif