Ulas Buku Baru Ketua MPR RI, Hamdan Zoelva: Ini Pemikiran Besar Tentang Visi Indonesia

Kamis, 23 Maret 2023 – 13:03 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan apresiasi hasil penelitian Ketua MPR RI Bambang Soesatyo terkait PPHN dalam buku PPHN Tanpa Amendemen. Foto tangkapan layar YouTube di akun Universitas Terbuka TV

jpnn.com, JAKARTA - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan apresiasi hasil penelitian Ketua MPR RI Bambang Soesatyo terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam buku PPHN Tanpa Amendemen.

Ini merupakan sebuah pemikiran besar demi keberlangsungan pembangunan nasional ke depan.

BACA JUGA: Luncurkan Buku Baru di UT, Bamsoet: Pembangunan Perlu Kesinambungan 

"Bagi saya ini sebuah pemikiran besar yang menjabarkan visi indonesia ke depan, apalagi Pak Bambang ini dulunya adalah aktivis mahasiswa," kata Hamdan Zoelva dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Peluncuran Buku PPHN Tanpa Amandemen, dan Kerja Sama UT dengan Perpusnas di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Tangerang Selatan, Selasa (21/3). 

Amandemen terbatas Undang-Undang Dasar sudah dilakukan beberapa kali, salah satunya menghapus kewenangan MPR terkait dengan penetapan GBHN.

BACA JUGA: Perluas Layanan, UT Berkolaborasi dengan Pemkab Pandeglang & Bentani College of Hospitality

Nah, penelitian ini menarik dan menjadi terobosan pemikiran karena mengemuka usulan munculnya PPHN tanpa melalui amendemen lagi.

"Mungkin bisa nggak ya, mengawal perjalanan pembangunan bangsa tanpa harus mengubah UUD? Hasil penelitian ini menurut saya pilihan tepat, yakni tidak harus mengubah UUD sehingga PPHN ini ditetap diputuskan oleh MPR di tempatkan sebagai konvensi," tuturnya.

BACA JUGA: DPD Harus Powerful agar MPR Tak Abaikan soal Tamsil Pengganti Fadel

Dikatakannya, konstitusi tidak semata-mata teks pasal semata, tetapi juga ada semangat dan suasana batin para pendiri negara (founding fathers), sehingga ruang konstitusi menjadi sangat luas.

Para pendiri negara juga tegas menolak pemisahan kekuasaan, karena individualisme itu melahirkan liberalisme dan liberalisme ujung-ujungnya menimbulkan imperialisme (penjajahan).

Founding fathers tegas Hamdan, menolak itu semua. Undang-Undang Dasar kita bersumber dari falsafah Indonesia yakni Pancasila, karena itulah anak-anak muda yang belajar dari buku-buku Amerika jangan semua dipasangkan dengan kita karena sering tidak cocok sebab falsafahnya berbeda. 

"Jadi, cara memahami konstitusi ini juga harus memahami falsafahnya," imbuhnya.

Hamdan juga melihat peluang PPHN tanpa melalui amendemen UUD 1945 , tetapi cukup dengan konvensi ketatanegaraan amat terbuka. Dicontohkannya, munculnya Dekrit 5 Juli 1959 yang dilakukan oleh Presiden Soekarno. 

Dekrit tersebut jika dinilai dari pandangan hukum konstitusi sudah jelas haram atau tidak diperbolehkan. Namun, nyatanya malah menjadi konvensi ketatanegaraan hingga kini.

"Dekrit 5 juli 1959 menurut pendapat hukum mana pun itu haram di sisi konstitusi, tetapi karena rakyat menerimanya kini menjadi sumber hukum setelah UUD 45, itu seperti yang dikatakan Yamin. Jadi, Pak Bambang memang enggak usah khawatir, kalau PPHN diterima oleh rakyat jadilah itu," tegasnya.

Ahli hukum tata negara, Irmanputra Sidin menyatakan disertasi Bamsoet yang diwujudkan dalam bentuk buku sehingga mudah dibaca ini merupakan sumbangan pemikiran positif bagi bangsa dan negara. Khususnya untuk membawa seluruh masyarakat berpikir kembali bagaimana cara agar pembangunan nasional berkesinambungan dan menghadapi berbagai ancaman serta tantangan di masa depan.

Iman membeberkan buku ini mengajak semua berpikir kembali, karena apa yang dilakukan Hamdan Zoelfa dan kawan-kawan dulu waktu melakukan amendemen apa memang sudah cukup untuk mengantisipasi tantangan ke depan tadi.

"Misalnya, Indonesia Emas 2045, apalagi Pak Jokowi sudah jelas menyebut mari kita bermimpi dan berani karena dengan keberanian itu mimpi akan menjadi realita", kata Irman.

Pembangunan nasional berkelanjutan membutuhkan aturan yang lebih tinggi dari undang-undang. Hal ini agar tidak mudah direvisi atau digagalkan oleh pergantian pemerintahan setelahnya. 

"Karenanya butuh kepastian, coba lihat saja setiap 5 tahun ada capres baru, kalimat pertama yang keluar adalah tagline perubahan," tegasnya. 

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang juga lulusan Universitas Terbuka (UT) ini meluncurkan buku 'PPHN Tanpa Amandemen'. 

Buku ini menjelaskan kebenaran ilmiah terkait konseptual PPHN sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan dalam menghadapi revolusi industri 5.0 dan Indonesia emas 2045 hasil disertasinya di Universitas Padjadjaran (Unpad).

Ketidaksinambungan pembangunan salah satunya disebabkan dari kelemahan Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Dua UU tersebut tidak mengatur kesinambungan pelaksanaan pembangunan manakala terjadi pergantian pimpinan pemerintahan. 

“Pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman atau arah untuk menjamin dan memastikan tetap berkelanjutan dan berkesinambungan pada setiap pergantian, baik pimpinan nasional maupun pimpinan daerah,” kata Bamsoet yang juga dosen dan lulusan Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka.

Menurutnya, PPHN bisa dihadirkan tanpa perlu melaksanakan amandemen UUD 1945 yang ujung-ujung dapat memicu kegaduhan publik karena adanya banyak kepentingan. PPHN dapat dilaksanakan melalui konvensi ketatanegaraan dan mengatur beberapa undang-undang.(esy/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR RI   UT   Hamdan Zoelva   UUD 1945   Pancasila   Bamsoet  

Terpopuler