jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku “PPHN Tanpa Amendemen” di Universitas Terbuka (UT), Selasa (21/3).
Peluncuran buku itu untuk mendorong kembali munculnya kewenangan MPR dalam mengeluarkan keputusan yang bersifat regling (mengatur).
BACA JUGA: Bedah Buku PPHN Tanpa Amandemen, Bamsoet Ungkap Alasan Negara Butuh Peta Jalan Model GBHN
Bukan hanya penetapan (beschikking) tanpa melakukan amandemen UUD 1945.
Hal ini penting untuk menghadirkan lagi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam pembangunan nasional menyongsong Industri 5.0 dan Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA: Ketua MPR Bambang Soesatyo Ajak Permahi Kaji Pentingnya PPHN
Sehingga pembangunan akan berjalan secara berkesinambungan meskipun berganti-ganti pemerintahan.
"Tanpa PPHN saya tidak yakin kita memiliki kesinambungan pembangunan di masa akan datang," ujarnya.
BACA JUGA: Catatan Ketua MPR: Fokus Pada Kemajuan dan Kesejahteraan dengan PPHN
Dia melanjutkan satu-satunya cara agar visi menjadi realita adalah diri kita sendiri, tetapi mewujudkan visi besar tidak bisa dilakukan secara instan karena pembangunan membutuhkan kesinambungan dan strategi perencanaan yang matang. Itulah pentingnya PPHN kembali.
Bamsoet yang juga dosen dan lulusan Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Imu Politik UT itu juga menegaskan, bahwa masih ada peluang untuk menghadirkan PPHN di saat MPR tidak lagi memiliki kewenangan lagi mengeluarkan Tap MPR bersifat regling dan mengeluarkan GBHN karena adanya amandemen ke-4 UUD 45.
Hal itu didapati setelah dia melakukan penelitian yang kemudian dibukukan berjudul “PPHN Tanpa Amendemen” sebagai saripati dari disertasi pada saat Sidang Promosi Doktoral, di Bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung.
Dengan melakukan konvensi nasional berdasarkan konsensus seluruh lembaga negara, atau melakukan judicial review atas penjelasan pasal yang mengatur hierarki perundangan, yakni pasal 17 ayat 1.
"Kalau penjelasan pasal 17 dihapus maka akan hidup kembali kewenangan MPR melakukan penetapan MPR yang sifatnya pengaturan. Karena jika melakukan amandemen pasti rumit dan bikin kegaduhan karena banyak kepentingan," tegasnya.
PPHN diperlukan untuk mengikat komitmen para pemimpin negeri ini dalam melaksanakan pembangunan nasional dengan orientasi pada sila-sila Pancasila dan UUD 1945, serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta berkeadilan sosial dalam Bhinneka Tunggal Ika.
"Kami punya mimpi pindah ke ibu kota baru di Ibu Kota Nusantara, apakah ini bisa kita wujudkan tanpa memiliki perencanaan jangka panjang dan diikat dengan komitmen pergantian pemimpin dari satu ke lainnya, serta diikat dengan payung hukum yang lebih tinggi dari UU?" sebutnya.
Menurut Bamsoet, payung hukum lebih tinggi diperlukan karena UU mudah direvisi dan mudah dijudicial review.
Selain itu, UU juga mudah ditorpedo oleh Perppu oleh presiden berikutnya.
"Apakah ada jaminan apa yang kita rancang hari ini akan diteruskan oleh pemimpin yang lain nanti, belum tentu," sambungnya.
Oleh karena itu, Bamsoet mengingatkan pentingnya menghadirkan kembali pokok-pokok haluan negara (PPHN) seperti GBHN sehingga memiliki kesinambungan pembangunan.
"Sehingga jangan sampai duit rakyat terbuang karena proyek yang mangkrak," imbuhnya.
Peluncuran buku ini diiringi kegiatan sosialisasi empat pilar MPR dan penandatanganan nota kesepahaman antara UT dengan Perpustakaan Nasional RI dalam rangka meningkatkan hubungan kelembagaan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, pengembangan, dan pembinaan perpustakaan di lingkungan UT.
Perpustakaan UT juga mendapatkan Akreditasi dari Perpustakaan Nasional RI dengan nilai A.
Ruang lingkup nota Kesepahaman ini meliputi:
a. Pengembangan bahan pustaka dan jasa informasi;
b. Pengembangan sumber daya perpustakaan;
c. Pengembangan sumber daya manusia dan teknologi di bidang perpustakaan.
Rektor Universitas Terbuka Prof Ojat Darojat M.Bus mengatakan satu hal prestasi yang membanggakan pada 2 Januari 2023, Perpustakaan UT mendapatkan Akreditasi dari Perpustakaan Nasional RI dengan nilai A.
Pada kesempatan ini secara seremonial diadakan penyerahan sertifikat akreditasi dari Perpustakaan Nasional RI kepada UT.
Kepala Perpustakaan Nasional RI diwakili Sekertaris Utama Pepustakaan Nasional RI Ofy Sofiana menyerahkan sertifikat akreditasi kepada Prof Ojat didampingi Kepala Perpustakaan UT Sri Sediyaningsih. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merawat Penguatan Daya Tawar SDA Indonesia dengan PPHN
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad