jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia merilis Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang tumbuh sebesar 2,7 persen (yoy) menjadi USD 423,5 miliar pada akhir Agustus 2021.
Namun, dari data tersebut, di sisi lain ULN swasta justru menurun dibandingkan bulan sebelumnya. ULN swasta pada Agustus 2021 mengalami kontraksi 1,2 persen (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh relatif stabil.
BACA JUGA: Soal Kenaikan ULN Indonesia, Ekonom: Hati-hati Jebakan Utang
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan sebesar 6,0 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 5,0 persen (yoy).
Selain itu, pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan mengalami perlambatan dari 1,4 persen (yoy) pada Juli 2021 menjadi sebesar 0,1 persen (yoy).
BACA JUGA: Utang Luar Negeri Indonesia Terus Merangkak Naik, Tembus USD 423,5 Miliar
"Perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada Agustus 2021 tercatat sebesar USD 206,8 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD 207,4 miliar," ungkap Kepala Grup Departemen Komunikasi Muhamad Nur.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut loyonya ULN swasta karena sepanjang Agustus 2021 dampak lonjakan kasus Covid-19 sangat terasa disemua sektor usaha.
BACA JUGA: Meski Ada Utang Luar Negeri, Kondisi Ekonomi Indonesia Jauh Lebih Baik
Misalnya, kata dia, secara total utang luar negeri disektor pertanian itu turun -0,39 persen secara tahunan, industri pengolahan -0,64 persen.
"Diperkirakan September kalaupun terjadi kenaikan utang luar negeri swasta sangat terbatas," ujar Bhima kepada JPNN.com.
Menurut dia, kontraksi ULN Swasta juga diakibatkan pemulihan tidak merata di semua sektor.
"Bank juga masih enggan menyalurkan kredit karena risiko masih tinggi sehingga penerbitan utang barunya lambat," bebernya.
Bhima juga mengatakan pertumbuhan ULN bank swasta anjlok -3,14 persen secara (yoy). Utang bank akan naik sejalan dengan menurunnya risiko kredit macet di korporasi dan retail.
Di sisini lain, penurunan utang luar negeri swasta yang berbanding terbalik dengan kenaikan utang luar negeri pemerintah patut diawasi,
"Kalau pemerintah utangnya naik, tapi swasta loyo maka kemampuan pembayaran bunga utangnya juga bermasalah," ungkap Bhima.
Bhima menyebut swasta akan menyumbang devisa ekspor, dan penerimaan valas lain untuk topang kemampuan bayar utang berbentuk kurs asing.
"Jadi sekarang tugas pemerintah bagaimana utangnya bisa produktif menstimulus dunia usaha," tegas dia.
Dilansir dari laman resmi bi.go.id, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin.
Kemudian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,6 persen dari total ULN swasta. ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,5 persen terhadap total ULN swasta. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia