Umar Sumadi, Konstruktor Rumah Murah yang Kini Digandeng Kemenpera

Kuncinya pada Pemangkasan Waktu dan Alat Kerja

Minggu, 12 Agustus 2012 – 00:11 WIB
Umar Sumadi (baju biru) di depan rumah contoh buatannya di halaman kantor Kementerian Perumahan Rakyat. Foto : Umar Sumadi for JAWA POS

Meski hanya berharga Rp 25 juta, rumah cor beton ala Umar Sumadi dibangun tanpa mengurangi kualitas bahan bangunan. Kemenpera menggaetnya untuk membangun 7 ribu lebih rumah bagi warga eks Timor Timur di NTT.
 
AGUS WIRAWAN, Jakarta

DI Kantor Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz awal tahun ini, Umar Sumadi membungkam sinisme dan keraguan sejumlah pengembang terhadap kemampuannya membangun rumah murah dalam waktu enam hari saja. Di dua hari pertama, seluruh tembok sisi depan, belakang, samping, dan dalam rumah contoh itu sudah terbangun.
 
Tahap selanjutnya adalah pemasangan atap dari asbes. Memasuki hari keenam, simsalabim, keseluruhan rumah contoh sudah selesai dibangun dengan cat yang menarik. Rumah seperti itulah yang dijual Umar-yang menggunakan payung perusahaan PT Grand Wijaya- seharga Rp 25 juta. Tentu saja laris. 
 
Rumah-rumah tersebut dibangun dengan menggunakan sistem Raswari yang telah dikembangkan Umar sejak 1993. Raswari diambil dari nama sang bapak. "Sistem itu memang bertujuan memangkas biaya serta waktu," ujar Umar, yang telah mematenkan sistem itu, saat ditemui Jawa Pos, Jumat (10/8).
 
Sistem Raswari kali pertama diimplementasikan Umar di daerah Indralaya, Palembang, Sumatera Selatan, sembilan belas tahun silam. Di atas tanah 50 hektare, Umar mendirikan 1.800 unit rumah yang harganya saat itu hanya Rp 5 juta. Saking larisnya, saat itu ada 2.000 orang yang masuk daftar tunggu
 
Sistem itu pula yang telah membuat Djan Faridz kesengsem. Berawal dari sebuah kunjungan ke Palembang, Djan melihat rumah-rumah yang dibangun Umar tersebut. Menpera lantas meminta Umar untuk membantu membuat 7.762 unit rumah bagi para eks warga Timor Timur di NTT (Nusa Tenggara Timur). Proyek tersebut mulai berjalan.
 
Djan pun lantas gencar mempromosikan rumah murah ala Umar itu. Beberapa pemda langsung merespons dengan menyediakan tanah gratis. "Kami berharap rumah murah Rp 25 juta itu bisa menutupi kekurangan pasokan rumah yang mencapai 800 ribu unit per tahun," terang Djan.
 
Umar menemukan cara membuat rumah murah menyusul tantangan yang dilontarkan Menteri Perumahan (kala itu) Akbar Tandjung kepada para pengembang. Yakni, membangun rumah murah bagi para PNS (pegawai negeri sipil). "Berbekal pengalaman menjadi kuli hingga menjadi kontraktor bangunan, saya lantas putar otak," kenang pria kelahiran Medan pada 31 Agustus 1951 itu.
 
Hanya dengan uji coba selama tiga bulan, pria lulusan sekolah rakyat (SR) pada 1963 itu bisa menemukan cara yang tepat untuk membuat rumah layak huni tapi murah. Langkah pertama yang dia lakukan adalah mendesain mesin pencetak kerangka rumah dengan investasi sebesar Rp 80 juta. "Besi-besi kerangka dicetak dulu dengan ukuran tertentu sehingga mudah dirangkai," jelas dia.
 
Besi kerangka yang dia buat memiliki tinggi 61 sentimeter dan lebar 50 sentimeter. Dengan bidang seperti itu, kerangka mudah dirangkai berdasar kebutuhan tinggi dan lebar rumah. Misalnya menginginkan tembok rumah setinggi 305 sentimeter, perlu menyambung lima cetakan kerangka. "Untuk kamar juga begitu, kalau mau lebar tiga meter, ya disambung enam cetakan," terangnya.
 
Setelah cetakan-cetakan besi itu dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk rumah, Umar dan timnya tinggal mengecor dengan menggunakan adonan semen yang dicampur pasir. Tebal hasil pengecoran itu minimal 9 sentimeter sehingga tidak jauh berbeda dengan tebal tembok rumah yang menggunakan batu bata. "Tebalnya bisa ditambah, bergantung kebutuhan," katanya.   
 
Pria kelahiran Medan, 31 Agustus 1951, itu mengatakan, rumah yang dibangunnya sama sekali tidak menggunakan batu bata, batako, atau bahan lain yang mengharuskan kerja tukang selama berhari-hari. Tembok rumah Raswari 100 persen terbuat dari beton yang dicor langsung di lokasi. "Tinggal tunjuk lokasinya, kami datang, seminggu sudah jadi rumahnya," ungkap dia.
 
Rumah tipe 36 itu terdiri atas ruang tamu, ruang makan, dua kamar tidur, dapur, dan satu kamar mandi. Dengan uang Rp 25 juta itu, Umar bahkan berani sekaligus memasangkan kabel-kabel instalasi listrik di rumah tersebut. Meski mengerjakan bangunan komplet, dia mengaku masih mendapat keuntungan yang lumayan. "Masih untung sekitar delapan persen dari nilai proyek," ucap dia.
 
Namun, dia buru-buru menegaskan bahwa Rp 25 juta itu belum termasuk harga tanah, keramik, plafon, dan pengecatan. Menurut dia, harga tanah sangat bergantung lokasi, sementara model keramik, plafon, dan cat biasanya ditentukan sendiri oleh pemilik rumah. "Lantainya masih peluran (semen, Red). Itu kan gampang, tinggal ditempel keramik aja," ujar dia.
 
Umar berdalih, untuk menurunkan harga rumah, bukan kualitas bahan bangunan yang dikurangi, seperti yang dilakukan banyak pengembang perumahan saat ini. Tapi, itu bisa dilakukan dengan memangkas waktu kerja dan mengurangi alat kerja.
 
"Kami sudah sediakan kerangka besinya, tinggal bawa ke lokasi, langsung dicor. Tidak perlu pakai bekisting (kayu, Red)," ungkapnya.
 
Dia membantah bahwa rumah cetak beton buatannya susah untuk direnovasi. Sebab, secara struktur, rumah tersebut juga memiliki fondasi meskipun hanya di sudut-sudut persinggungan tembok. Bentuknya trapesium yang ditanam 50 sentimeter di dalam tanah.
 
Umar mencontohkan rumah-rumah yang dibangunnya di kawasan Indralaya, Palembang, yang hampir semuanya kini telah direnovasi pemilik masing-masing. "Rata-rata sudah didak (tingkat, Red). Jadi, nggak ada bukti itu susah direnovasi," katanya.
 
Kini rumah karya Umar kian diminati meski pemasaran dilakukannya sendiri. Banyak masyarakat yang secara individu meminta dibangunkan rumah dengan konsep Raswari.
 
Di Jakarta saja dia sudah mendapat pesanan 800-an rumah pribadi dan 200-an pintu rumah kontrakan. Setelah Lebaran dia juga mendapat pesanan 38 ribu rumah di Maluku Utara dan Sumatera Utara. "Sekarang ini kan suami istri kerja. Kalau mikirin jaga tukang, repot. Mending borongan Rp 25 juta, rumah langsung jadi," jelasnya. (*/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menelusuri Jalur Illuminati yang Jadi TKP Angels and Demons


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler