Umat Katolik Berharap Pemilu 2024 Berjalan Tanpa Ujaran Kebencian

Senin, 30 Oktober 2023 – 11:29 WIB
Pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia. Foto ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komunitas umat katolik berharap Pemilu 2024 bisa berjalan lancar, aman, dan jauh dari ujaran kebencian.

Harapan dan pandangan itu terlihat dari hasil riset yang dilakukan Ikatan Sarjana Katolik (Iska) DPD DKI Jakarta.

BACA JUGA: Perwakilan 38 Provinsi Hadiri Pesparani Katolik Nasional III di Jakarta

"Riset ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Iska DPD DKI Jakarta untuk memetakan optimisme dan pesimisme warga Katolik di Jabodetabek terhadap Pemilu 2024," ujar Ketum DPD ISKA DKI Jakarta Irene Saptatri dalam keterangannya, Senin (30/10).

"Pemetaan itu penting untuk melihat dan mendorong partisipasi yang tinggi dalam Pemilu 2024."

BACA JUGA: Hasil Rapimnas LP3KN, Pesparani Nasional Katolik III Dihelat di Jakarta Oktober 2023

Bagi Irene, pemilu merupakan momentum penting yang akan menentukan arah bangsa Indonesia ke depan.

Dia juga menjelaskan latar belakang dilakukan riset tersebut, karena adanya polarisasi politik yang terjadi selama dua pemilu terakhir, pada 2014 dan berlanjut ke Pemilu 2019.

BACA JUGA: Pimpin Misa Perayaan Paskah, Uskup Agung Kupang Ajak Umat Katolik Bantu Penanganan Stunting

"Polarisasi tersebut secara tidak sadar menumbuhkan trauma politik bagi kelompok-kelompok yang dianggap minoritas," kata dia.

Riset yang dilakukan oleh DPD DKI Jakarta tersebut menunjukkan sebesar 33,6 persen responden pesimis dan 21,1 persen responden sangat pesimis bahwa pemilu presiden 2024 akan berjalan tanpa adanya ujaran kebencian.

Dalam melihat kemungkinan adanya penyebaran berita bohong dan hoaks, sebanyak 38,5 persen responden menyatakan mungkin terjadi dan sejumlah 38,1 persen menyatakan sangat mungkin terjadi.

"Terkait ujaran kebencian juga terdapat prosentase yang cukup tinggi, sebesar 30,5 persen menilai sangat mungkin terjadi ujaran kebecian," jelas Irene.

"Serta sejumlah 32,5 persen lainnya menyatakan mungkin terjadinya ujaran kebencian."

Menurut Irene, proses politik yang melahirkan polaritas sebagai dampak marketing politik para kandidat telah membuat luka dan trauma politik pada kelompok minoritas, seperti komunitas umat katolik di DKI Jakarta.

Polarisasi tersebut merupakan strategi marketing politik yang sengaja dilakukan oleh masing-masing pihak.

Menurut Irene, pembelahan tersebut perlu dilakukan untuk membuat jarak pembeda antarkandidat, sehingga pemilih mampu terbentuk loyalitas yang kuat.

Strategi marketing tersebut dilakukan untuk memastikan adanya Brand Differentiation dan Brand Loyalty dari masing-masing kandidat.

"Makin tinggi brand differentiation dan brand loyalty pada masing-masing kandidat maka potensi untuk mendapatkan pemilih yang loyal semakin tinggi," imbuh dia.

"Pada upaya membangun hal tersebut konten yang bernuasa ujaran kebencian dan berita bohong diproduksi oleh para marketer politik ini.

Meskipun pesimisme terhadap proses kampanye pilpres masih cukup tinggi, tetapi optimisme terhadap kandidat masih sangat baik.

Keyakinan terhadap nama-nama kandidat presiden yang beredar sebelum penetapan terlihat cukup baik.

Sejumlah 33,8 persen responden optimistis, dan 14,2 persen sangat optimistis bahwa kandidat presiden mampu membawa ihhhhýù

Hanya sejumlah 4,09 persen responden sangat pesimis, dan 4,03 persen pesimis terhadap hal tersebut.

 

Hal senada juga terlihat dalam optimisme terhadap kapabilitas para kandidat presiden. 

 

Sejumlah 36,1 persen optimistis dan sejumlah 11,2 persen sangat optimistis dalam menilai hal tersebut. 

 

Hanya tersisa 3,66 persen responden sangat pesimis dan 7,10 persen sangat pesimis.

 

"Dari hasil temuan tersebut terlihat pesimisme muncul terkait proses kampanye politik, tetapi tidak pada kandidat presiden yang sudah muncul. Data tersebut makin menguatkan trauma selama proses kampanye dan juga diskursus politik," jelas Irene.

 

Temuan tersebut, menurut dia, kemudian menyisakan tantangan untuk memastikan partisipasi politik terutama dalam pemilu. 

 

Salah satunya berupaya untuk mendorong Pemilu yang sehat dengan meminimalisir ujaran kebencian serta polarisasi.

 

"Riset ini merupakan bagian dari partisipasi aktif Iska sebagai cendekia yang diawali oleh Iska DPD DKI Jakarta yang harapannya berlanjut pada aksi lainnya," tutup Irene. (rdo/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mardiono Ajak WNI di Roma Untuk Berpartisipasi pada Pemilu 2024


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler