jpnn.com, JAKARTA - United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan tambang batu bara Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto sebagai warisan dunia. Penetapan ini diumumkan pada gelaran sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia pada 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat.
"Salut untuk seluruh tim yang menyiapkan nominasi dan memperjuangkannya selama ini. Selamat untuk kita semua, selamat untuk Indonesia," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, Minggu (7/7).
BACA JUGA: Iwan Sumule Ditangkap Polisi
Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto dipandang pantas diposisikan sebagai warisan dunia karena konsep tiga serangkai yang dicetuskan oleh Pemerintah Belanda pada masa itu.
Tiga serangkai meliputi industri pertambangan batu bara di Sawahlunto, yang selanjutnya dibawa keluar Sawahlunto dengan menggunakan transportasi kereta api melalui wilayah Sumatera Barat, dan sistem penyimpanan di Silo Gunung di Pelabuhan Emmahaven, atau Teluk Bayur, Padang, sekarang.
BACA JUGA: Industri Pertambangan dan Penggalian Sumbang Rp 76 Triliun
BACA JUGA: Ananda Gagal PPDB Jalur Zonasi, tak Daftar ke Swasta karena Ortu tak Mampu
"Ini menunjukkan perkembangan teknologi perintis abad ke-19 yang menggabungkan antara ilmu teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lingkungan lokal, praktik tradisional, dan nilai-nilai budaya dalam kegiatan penambangan batu bara yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Barat," jelas Hilmar.
BACA JUGA: Kaltim Tolak Pembatasan Produksi Batu Bara
Hubungan sistemik industri tambang batu bara, sistem perkeretaapian, dan pelabuhan ini berperan penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Sumatera dan di dunia. "Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan barat, yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan dinamis dan terintegrasi," tuturnya.
Adapun pengajuan kriteria Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto yang menjadi Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value) adalah kritera II dan IV. Kriteria II tentang adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya, dalam perkembangan arsitektur dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota dan desain lanskap.
Dalam keterkaitannya dengan kriteria II, keunikan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto menunjukkan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan teknologi Eropa terkait dengan eksplotasi batubara di masa akhir abad ke-19 sampai dengan masa awal abad ke-20 di dunia, khususnya di Asia Tenggara.
Sedangkan kriteria IV tentang contoh luar biasa dari tipe bangunan, karya arsitektur dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusia.
Dalam hal ini, keunikan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menunjukkan contoh rangkaian kombinasi teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi sejak tahap ekstraksi batubara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni oleh sekitar 7.000 penduduk.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Prof. Dr. Arief Rachman menyatakan penetapan status warisan dunia bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya.
Melalui pengakuan internasional ini, Indonesia harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi dan transmisi nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia sudah seyogyanya juga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendatangkan manfaat ekonomi.
”Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” tutur Arief Rachman di Baku, Azerbaijan. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Bangga Keris Indonesia Diakui Dunia
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad