Ungkit Kasus Mustofa Nahrawardaya dan Bupati Boyolali, IPW Minta Polri Tidak Tebang Pilih

Selasa, 28 Mei 2019 – 13:33 WIB
Neta S Pane. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berharap Polri bersikap adil, tidak memihak dan tak tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum.

Neta mengingatkan, Polri jangan hanya menangkap sejumlah pendukung calon presiden Prabowo Subianto yang diduga terlibat penyebaran kebencian dan hoaks lewat media sosial. Menurutnya, Polri perlu juga menjelaskan nasib kasus ujaran kebencian yang diduga dilakukan Bupati Boyolali Seno Samudro terhadap Prabowo Subianto.

BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Sebenarnya Polisi Menetapkan Mustofa Nahrawardaya Jadi Tersangka

Sebab, lanjut Neta, Bupati Seno sudah dua kali dilaporkan melakukan ujaran kebencian terhadap capres 02 di Polda Jawa Tengah dan di Mabes Polri pada 5 November 2018. Hingga kini, kata Neta, tidak ada penjelasan dari Polri tentang nasib kasus bupati Boyolali itu.

"Sementara dalam kasus ujaran kebencian yang diduga dilakukan Mustofa Nahrawardaya, Polri bekerja cepat menangkap tim IT capres 02 tersebut," kata dia, Selasa (28/5).

BACA JUGA: Fadli Zon Minta Mustafa Nahrawardaya dan Ahmad Dhani Dibebaskan

(Baca Juga: Kasus Hinaan Bupati Seno ke Prabowo, Polisi Garap 4 Saksi)

Neta memahami bahwa Polri punya pertimbangan sendiri dalam menangani sebuah kasus. Dia menyebut belakangan ini memang cukup banyak pendukung Prabowo dilaporkan ke polisi ketimbang yang mendukung Joko Widodo.

BACA JUGA: Mustofa Nahra Ditangkap Polisi, Iwan Fals Komentarnya Begini

Menurutnya, sebagian besar dilaporkan menyangkut dugaan hoaks yang bisa mengganggu keamanan masyarakat. Misalnya, kata Neta, dalam kasus Mustofa, twitannya di Twitter bisa membuat kemarahan publik terhadap polisi, padahal apa yang disampaikan tidak benar. "Belakangan Mustofa meralat twitnya tersebut," tegasnya.

Menurut Neta, kasus Mustofa ini harus menjadi pembelajaran bagi para publik figur agar jangan mudah terprovokasi dengan media sosial. Sebab, jika seorang publik figur melakukan cuitan sesuatu yang tidak benar, publik pasti akan cepat mempercayainya.

"Kalau dikatakan polisi terlalu cepat memproses laporan yang menyangkut pendukung capres 02, sebenarnya tidak juga," ungkapnya.

Neta mencontohkan dalam kasus dilaporkannya Ketua BPN Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Djoko Santoso ke Bareskrim Polri misalnya, hingga kini belum juga diproses Polri. Padahal, ujar dia, Djoko sudah dilaporkan Kabunang RH sejak 1 Maret 2019 tetapi hingga kini belum juga diperiksa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik lewat media elektronik itu.

"IPW berharap Polri bekerja profesional dan cepat serta tidak tebang pilih. Dalam kasus bupati Boyolali yang menghina Prabowo misalnya, sudah ada dua laporan, tapi hingga kini belum diproses Polri," paparnya.

Sekali lagi, IPW berharap Polri bertindak profesional, segera memeriksa bupati Boyolali meskipun yang pendukung capres 01. Dengan sikap profesional itu publik akan semakin yakin Polri tidak tebang pilih. Jika Polri tidak profesional dan tebang pilih, publik akan terus menerus mem-bully.

"Untuk itu IPW mengimbau polri segera memeriksa bupati Boyolali dan Djoko Santoso sehingga Polri tidak dituding pilih kasih atau tebang pilih," kata Neta. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konon Mustofa Nahrawardaya Sedang Sakit Asam Urat, Darah Tinggi dan Diabetes


Redaktur : Adek
Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler