Unit Kerja Presiden Surati Badan Pengawas MA

Senin, 28 Januari 2013 – 11:34 WIB
Tony Wong. Foto: Dok/JPNN
PONTIANAK - Dugaan mal administrasi atas kasasi No. W 17-U4/573/HN.01.10/VI/2012 mantan nara pidana kasus ilegal logging, Tony Wong bin Alex Ng oleh Pengadilan Negeri Ketapang ternyata menjadi perhatian Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP). Terbukti, Tony Wong turut mendapatkan tembusan surat No. B-495/UKP-PPP/12/2012 perihal dugaan pelanggaran hukum yang ditujukan kepada Kepala Badan Pengawasan MA RI di Jakarta.

Dalam surat tersebut tertulis, UKP-PPP telah menerima pengaduan atas nama Tony Wong alias Tony Wiryanto pada tanggal 1 Oktober 2012. Dalam laporannya, Tony Wong menyampaikan dugaan pelanggaran hukum oleh pejabat Pengadilan Negeri Ketapang atau Mahkamah Agung, terkait penanganan kasasi atas perkara no. 103/PID.B/2004/PN.KTP dengan terdakwa Tony Wong.

Berdasarkan data dan penjelasan Tony Wong, pihak UKP-PPP menemukan beberapa fakta yang diantaranya pada Juni 2006 dan Februari-Maret 2007, Tony Wong melaporkan secara lisan tentang adanya praktik pembalakan liar di Ketapang, khususnya di wilayah pawan utara kabupaten Ketapang yang diduga dilakukan oleh beberapa perushahan ke Mapolda Kalbar dan Mabes Polri. Laporan tersebut tidak pernah diproses sebagaimana mestinya. Sebaliknya, justru Tony Wong mendapat perlakuan diskriminatif karena beberapa pelanggaran yang dilaporkan oleh pihak lain justru diproses secara hukum.

"Kami bersyukur, akhirnya banyak lembaga negara yang memperhatikan nasib kami yang menjadi korban kriminalisasi oknum aparat di sini," kata Tony Wong kepada wartawan di Pontianak, Minggu (27/1).

Tony Wong menjelaskan, dalam perkara No.103/2004 telah diputus oleh Pengadilan Negeri Ketapang tanggal 30 Juli 2004 dengan amar putusan yang di antaranya melepaskan terdakwa Tony Wong dari tuntutan hukum karena yang dilakukan terdakwa bukan merupakan perbuatan pidana. Terhadap putusan tersebut, pada 11 Agustrus 2004 JPU mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dengan akta kasasi No. 08/Akta.Pid/2004/PN.KTP yang kini belum diputus oleh MA.

Perkara No.201/2007 terkait tindak pidana korupsi, karena tidak melaporkan jumlah yang benar dari kayu-kayu yang ditebang dan tidak menyetorkan uang Provisi Sumber Dasar Hutan (PSDH) dan dana Reboisasi. Di tingkat PN Ketapang, Tony Wong diputus bebas, namun pada tingkat kasasi dan PK, Tony Wong diputus 4 tahun penjara.

Sedangkan perkara No. 229/2008 terkait tindak pidana kehutanan, yakti turut serta membeli hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. PN Ketpang menghukum Tony Wong, diperkuat oleh putusan PT Kalimantan Barat dan Tingkat kasasi diperberat menjadi 5 tahun penjara.

Perlakukan diskriminatif yang diterima Tony Wong terlihat jelas ketika membaca putusan MA No. 2280 K/Pid.Sus/2009 yang salah satu amarnya berbunyi: terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta membeli hasil hutan yang diketahui adan patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil dan dipungut secara tidak sah. Namun, ironisnya pelaku utama tersebut sama sekali tidak tyersentuh oleh hukum.

"Saya yang dianggap turut melakukan ditangkap, tetapi pelaku utamanya tidak. Padahal, saya lah yang membongkar kasus ilegal logging terbesar di negeri ini," tambah Tony Wong.

Saat ini perkara tersebut sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap dan telah dijalani Tony Wong. Pada 22 Juni 2012 Kemkumj dan HAM telah mengabulkan pembebasan bersyarat kepada Tony Wong melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI no. PAS.2.XXXIII.11381.PK.01.05.06 Tahun 2012 tentang Pembebasan Bersyarat. Pemberian pembebasan Bersyarat tersebut terkait erat dengan peran Tony Wong dalm membongkar kasus kejahatan kehutanan.

Kendati telah memperoleh PB, nasib Tony Wong masih menggantung karena ketidakjelasan dan kejanggalan perkara No.103/2004 yang masih belum kunjung diputus majelis hakim MA.(arf/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BKN Pastikan Tak Terpengaruh Intervensi Dewan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler