Pandemi COVID-19 yang terus berlangsung ketika masa perkuliahan akan dimulai, mendorong beberapa universitas di Australia mengurangi pembayaran uang kuliah bagi para mahasiswa internasional. Pengamat pendidikan menyebut universitas harus memiliki keunggulan untuk tetap menarik minat mahasiswa asing Salah satu universitas Australia menyediakan fasilitasnya di China sebagai pusat belajar bagi mahasiswanya yang tak bisa masuk ke Australia Mahasiswa asing yang kuliah daring menyebutkan tantangan yang ada antara lain perbedaan waktu dan keterbatasan teknologi

 

BACA JUGA: MPR Minta Ketegasan Menjalankan Kebijakan Pengendalian Covid-19 Harus Konsisten

Menurut data dari Universities Australia (UA) lebih dari 140 ribu mahasiswa asing yang sebelumnya sudah terdaftar tidak bisa belajar langsung di kampus setelah Pemerintah Federal menerapkan pembatasan perjalanan internasional.

Pembatasan perjalanan ini diperkirakan masih akan berlaku sampai akhir tahun 2021, sementara belum ada kejelasan apakah vaksin bisa mencegah penularan COVID-19 dari orang yang sudah divaksin kepada orang lain.

BACA JUGA: Rangsang Minat Generasi Muda Kuliah, Ubaya Luncurkan Program Indonesia Jangan Berhenti Belajar

Saat ini kebanyakan mahasiswa hanya bisa belajar online, sehingga uiniversitas Australia harus berusaha keras mencegah calon mahasiswa baru tidak berpaling ke berbagai universitas di Amerika Utara dan Eropa. Photo: University of Wollongong memberikan beberapa kemudahan pembiayaan bagi mahasiswa internasional. (Supplied: University of Wollongong)

 

BACA JUGA: Duh, Ada Varian Baru Covid-19 yang Lebih Berbahaya dari Amazon

Mahasiswa asal Indonesia Naufal Muhammad Zavier rencananya akan mulai belajar di University of Wollongong (UOW) pada semester lalu namun dengan adanya pembatasan sejak bulan Maret 2020, dia tidak bisa datang langsung ke Australia.

"Saya dan teman-teman sudah berusaha mendapatkan nilai bagus sehingga bisa belajar di Australia. Ini sangat mengecewakan," katanya.

Karena itu, Naufal hanya bisa belajar lewat online, dan mendapat pengurangan 10 persen uang kuliah yang harus dibayar karena sekarang semua mata kuliah dilakukan online. Photo: Meja kecil di kamarnya ini yang menghubungkan Naufal dengan University of Wollongong. (Supplied: Naufal Muhammad Zavier)

 

"Karena pandemi, pendapatan orang tua sebagai sebagai freelancer juga terganggu. UOW juga sangat baik mengizinkan kami untuk membayar uang kuliah secara bertahap," katanya.

UOW adalah satu dari beberapa universitas di Australia yang memberikan potongan uang kuliah sehingga mahasiswa tetap kuliah di sana.

"Mahasiswa internasional masih bisa terbang ke Inggris dan Kanada untuk kuliah langsung di kampus-kampus," kata Phil Honeywood Direktur Eksekutif Asosiasi Pendidikan Tinggi Australia (IEAA) kepada ABC.

"Universitas kita menyadari hal tersebut karena mahasiswa tidak bisa datang ke Australia kami tetap harus kompetitif, dan karenanya bersedia memberikan diskon atau beasiswa sehingga kita tidak ditinggalkan."

Presiden Serikat Pekerja Pendidikan Tinggi Australia Alison Barnes mengatakan pemerintah Federal sejauh ini tidak mengakui betapa pentingnya sektor pendidikan tinggi dalam sumbangannya bagi perekonomian Australia.

"Mengecewakan sekali bahwa pemerintahan Morrison mengabaikan begitu saja mahasiswa asing di awal pandemi, padahal dengan senang hati menerima pendapatan dari mahasiswa internasional selama bertahun-tahun, sehingga menjadi penghasil devisa keempat terbesar di tahun 2019 (setelah biji besi, batu bara dan gas)," kata Dr Barnes. Photo: Dosen paruh waktu Dash Jayasuriya kehilangan pekerjaannya selama pandemi tahun lalu. (ABC News: Simon Winter)

 

"Mereka didesak untuk pulang ke negara masing-masing sebelum perbatasan ditutup, dan tidak akan mendapat bantuan pemerintah bila mereka tetap di sini," katanya.

"Banyak diantara mereka akan kehilangan pekerjaan paruh waktu karena adanya pembatasan dan lockdown. Ini kemudian berdampak pada berbagai sektor dalam perekonomian."

Menurut angka yang dikeluarkan Universities Australia (AU), sektor universitas kehilangan pendapatan Rp 1,8 T tahun lalu dan sekitar 17300 lapangan kerja hilang. External Link: @AlisonBarnes25 tweet: Now that @AlanTudgeMP has acknowledged the crisis in Higher Education we urge him to work with us to #savehighered now. Continued government inaction will mean even more job losses this year

 

ABC telah menghubungi Departemen Pendidikan Australia untuk mendapatkan tanggapan. Universitas berusaha agar mahasiswa tetap kuliah

Karena universitas tidak bisa menggelar perkuliahan secara fisik di kampus-kampus, mereka menawarkan berbagai alternatif sehingga pendaftaran tetap tinggi.

University of Wollongong (UOW) menawarkan berbagai kemudahan sampai dengan 20 persen pengurangan uang kuliah bagi mahasiswa internasional yang belajar online dengan alasan 'karena tantangan unik yang mereka hadapi" termasuk keterbatasan teknologi dan perbedaan waktu.

Juru bicara UOW mengatakan bahwa pihaknya 'berusaha bekerjasama dengan sektor dan pemerintah mengenai rencana mengizinkan mahasiswa kembali lagi ke Australia' namun tanpa memberikan rincian kapan hal itu akan terjadi.

University of Queensland di Brisbane juga memberikan diskon 12,5 persen bagi semua mahasiswa internasional yang terpengaruh karena pembatasan COVID-19.

Pengurangan itu otomatis diberikan kepada lebih dari 50 persen mahasiswa baru dan mahasiswa yang sudah terdaftar sebelumnya yang belajar dari negara masing-masing sejak semester kedua tahun 2020. Photo: Lebih dari 100 mahasiswa China yang harusnya kuliah di Canberra menggunakan fasilitas ANU Shanghai Study Hub. (Supplied: ANU Shanghai Study Hub)

 

Di Australia Selatan, University of Adelaide juga memberikan pengurangan uang kuliah sebanyak 20 persen bagi semua mahasiswa internasional yang mengalami hal serupa.

Beberapa universitas lain di Australia termasuk Griffith University di Queensland juga memberikan beasiswa yang termasuk bantuan keuangan sekitar 15 persen dari uang kuliah keseluruhan.

Australian National University (ANU) di Canberra menggunakan satu-satunya fasilitas mereka di luar negeri yaitu di China menjadi tempat belajar bagi mahasiswa yang tidak bisa ke Australia.

Manajer ANU Shanghai Study Hub, Chenyu Ling mengatakan lebih dari 100 mahasiswa dari berbagai daerah di China sudah menggunakan hub tersebut.

"Mahasiswa kami senang dengan tempat belajar yang sepi, dan juga kesempatan bagi mereka untuk berinteraksi dengan mahasiswa lain, dan merasa lebih punya hubungan dengan universitas jgua," katanya. Photo: Xinyang mengatakan koneksi internet yang cepat di ANU Shanghai Hub sangat membantu kuliah onlinenya. (Supplied)

 

"Ini tempat belajar yang menyenangkan., kata mahasiswi Shi Xinyang yang kuliah marketing online di hub di Shanghai tersebut.

"Tempat ini membantu saya untuk konsentrasi belajar. Di rumah saya dengan mudah terganggu dengan kegiatan lain. Kecepatan internet juga bagus. Saya tidak pernah mengalami masalah dengan penggunaan Zoom di sini," ujarnya. Masih banyak tantangan Photo: Sekiyat 17300 lapangan pekerjaan hilang di sektor perguruan tinggi di Australia selama pandemi. (ABC News: Brendan Esposito)

 

Menurut data dari Departemen Pendidikan Australia, di bulan Januari 2021 ini, sekitar 164 ribu mahasiswa internasional - yang jumlahnya sekitar 30 persen dari pemegang visa mahasiswa - berada di luar Australia.

Menurut Phil Honeywood Direktur Eksekutif Asosiasi Pendidikan Tinggi Australia (IEAA) beberapa universitas Australia sudah menghabiskan banyak dana guna memberikan pelatihan kepada dosen utnuk bekerja dengan maksimal secara online.

Amanda Achmadi dosen jurusan Arsitektur di University of Melbourna mendapat pelatihan selama masa transisi di sana untuk berpindah ke kuliah online.

Dia mengatakan para tenaga pengajar harus bekerja keras karena mereka hanya memiliki masa tigha minggu di semester pertama tahun 2020 untuk berpindah ke pengajaran online.

"Guna memastikan pengalaman belajar tetap menarik, ini bukan sekedar penggunaan teknologi saja, kami harus juga mengubah isi kuliah sehingga tetap dapat dicerna dan menarik seperti kuliah tatap muka," kata Amanda.

Namun masih banyak tantangan seperti yang dirasakan mahasiswa asal Indonesia Naufal Muhammad Zavier, yang merasakan perbedaan waktu antara Indonesia dan Australia sebagai hal besar.

"Kelas yang saya ikuti kebanyakan kelas pagi waktu Australia, yang dimulai pukul 8 atau 9 pagi semester lalu," katanya.

"Perbedaan waktu adalah 4 jam sehingga saya harus bangun pagi jam 4."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Melbourne Kembali Lockdown. Apakah Ada yang Salah Dari Sistem Hotel Karantina?

Berita Terkait