jpnn.com, JAKARTA - Materi dan kurikulum perkuliahan di perguruan tinggi dinilai sudah seharusnya mengacu pada realitas zaman yang selalu berubah. Akan tetapi, secara mendasar ada rujukan utama nilai-nilai kebangsaan, kenegaraan, keindonesiaan yang terintegrasi dengan masyarakat dan realitas ekonomi.
"Tentu, sebaiknya ke depan urusan ini diserahkan ke kampus dan komunitas akademik. Pemerintah memberi regulasi umumnya saja dan melegalisasi,” ujar Wakil Rektor I Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Guswandi, Rabu (7/8).
BACA JUGA: Menristekdikti Sebut Jokowi Sukses Tingkatkan Mutu Pendidikan Tinggi
Dia melanjutkan, sekolah-sekolah vokasi sangat diperlukan dan sesuai dengan keperluan teknis dunia kerja.
Namun, kata dia, universitas tidak boleh terlepas dari fungsi dan tugas utamanya, yaitu, melahirkan kalangan terdidik dan peka dengan kemanusiaan.
BACA JUGA: 80 Persen Pemda Sudah Jalankan Pendidikan Jarak Jauh
"Ini sesuai dengan amanat kemerdekaan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam pergaulan dunia internasional pun kita harus percaya diri, dengan membuka peluang mahasiswa asing masuk ke Indonesia,” katanya.
BACA JUGA: Nasir Minta Swasta Tingkatkan Akses Pendidikan Tinggi
BACA JUGA: Jokowi Singgung Rendahnya Inovasi dan Paten Peneliti
Dalam mewujudkan amanat kemerdekaan dan kepekaan pendidikan tinggi, maka diperlukan praktik kelembagaan yang berbeda. "Maka secara kelembagaan kami di Unkris tengah dan telah berbenah menuju kelembagaan responsif," ujar Wakil Rektor II Unkris, Suwanda.
Dia mengatakan, kepemimpinan dalam pendidikan tinggi juga mentalnya tertata terhadap peluang disruptif. Sehingga kelembagaan akademik menyediakan basic dan advanced soft skill hingga applied skill.
"Ini menjadi penentu masyarakat dan manusia (akademik) dalam berinterkasi dengan abad digital, sebab tekanan kami pada society 5.0, bukan semata berfokus pada industri 4.0,” kata Suwanda. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapkan Anak Masuk Perguruan Tinggi Terbaik Sejak Dini
Redaktur & Reporter : Adil