jpnn.com, JAKARTA - Universitas YARSI menggelar sosialisasi sertifikasi kompetensi terhadap lulusan perguruan tinggi dalam bentuk webinar oleh Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi (PdSI) Program Sarjana beberapa waktu lalu.
Narasumber berasal dari tiga lembaga negara yang memiliki otoritas dalam hal sertifikasi kompetensi dan kurikulum, yaitu Sri Suning Kusumawardani dari Tim Kurikulum DIKTI, Bonardo Aldo Tobing dari Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Opong Sumiati Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI.
BACA JUGA: Lihat Nih, Mahasiswa YARSI Beraksi di TBM Bukit Duri Bercerita, Patut Dicontoh
Ketua panitia yang juga merupakan Kepala Program Studi PdSI Universitas YARSI, Nita Ismayati mengatakan, acara ini diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan hibah kompetisi kampus merdeka dari DIKTI yang diperoleh Program Studi (PdSI) Universitas YARSI dengan sasaran utama mahasiswa Prodi PdSI Universitas YARSI.
"Agar kegiatan dapat memberikan manfaat yang lebih luas, maka acara itu juga terbuka untuk umum yang diikuti oleh mahasiswa, dosen prodi PdSI, dan para kepala program studi dari kampus lain di Indonesia serta perwakilan pengurus asosiasi dari APTIPI, ISIPII, IPI, dan P3RI," tuturnya.
BACA JUGA: BNSP Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja Perhotelan di Cikarang
Pentingnya Sertifikasi Kompetensi selain merupakan salah satu bentuk kontrol terhadap link and match kurikulum lembaga pendidikan, membantu tersedianya database talenta, juga menjadi personal branding bagi lulusan untuk berwirausaha menciptakan lapangan kerja, dan terpeliharanya kompetensi yang telah didapatkan lulusan dengan kompetensi terkini.
Rektor Universitas YARSI Fasli Jalal mengatakan, acara ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan sehingga mudah diserap oleh pasar kerja, lebih punya kemampuan untuk menciptakan pekerjaan sendiri, dan juga menjadi pembelajar sepanjang hayat.
BACA JUGA: Kemendikbudristek Percepat Uji Kompetensi Dokter, Perawat, dan Bidan
Untuk itu perguruan tinggi dalam hal ini program studi dalam penyusunan kurikulumnya perlu memperhatikan link and match antara keilmuan yang diberikan kepada mahasiswa di bangku kuliah dengan skill yang dibutuhkan dunia kerja.
"Bagi perguruan tinggi, tantangan dalam pengembangan kurikulumnya di era industri 4.0 tidak hanya menyelaraskan kurikulumnya dengan dunia industri, tetapi juga menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baru meliputi literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang berakhlak mulia berdasarkan pemahaman keyakinan agama," ujar Fasli.
"Untuk itu, dalam penyusunan capaian pembelajaran pengetahuan dan keterampilan khusus, program studi selain harus berkoordinasi dengan asosiasi program studi, tetapi juga dengan kementerian tenaga kerja melalui SKKNI," ujarnya.
Bonardo Aldo Tobing mengatakan, lulusan lembaga pendidikan yang kompetensinya tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna akan menimbulkan biaya tinggi pada perusahaan.
"Kinerjanya rendah, mengurangi daya saing, membatasi investasi, penghasilan karyawan rendah, kepuasan kerja rendah, prospek karir terbatas, sedangkan dampak terhadap perekonomian nasional akan mempengaruhi penanaman modal, produktivitas rendah sehingga pertumbuhan ekonomi melambat," katanya.
Adapun Opong Sumiati, Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI mengatakan, pustakawan harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai PP 24/14 termasuk bagi tenaga kerja asing (UU No 13 tahun 2003 pasal 44) dan sertifikasi kompetensi menjadi syarat bagi pustakawan yang akan naik jabatan.
Dari 1.711 pustakawan yang mengikuti sertifikasi, baru 70,89 persen yang lulus uji sertifikasi.
Namun, masih ada kelemahan dari sertifikasi pustakawan yaitu sertifikasi pustakawan belum berdampak pada tambahan numerasi bagi pemegang sertifikasi.
"Hal tersebut tentu juga akan berdampak pada minatnya pustakawan untuk mengikuti uji sertifikasi pustakawan," katanya. (*/adk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek