jpnn.com, JAKARTA - Setara Institute menyarankan bagi masyarakat yang tidak puas dengan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law bisa melakukan langkah-langkah yang sesuai sistem ketatanegaraan Indonesia.
Ketua Setara Institute Hendardi mengingatkan bahwa unjuk rasa merupakan artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia.
BACA JUGA: Pakar Hukum: UU Cipta Kerja Selaras dengan Kepentingan Nasional
"Kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya," tutur Hendardi, Kamis (15/10).
Dia menambahkan, jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan.
BACA JUGA: Deddy Corbuzier: UU Cipta Kerja Memang ada Gunanya, Selain Rusuh?
Tindakan-tindakan tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.
"Aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020 semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya," tegasnya.
BACA JUGA: Sudah Baca Draf UU Cipta Kerja, Hotman Paris Sampaikan Berita Bagus Untuk Para Buruh
Peristiwa awal Oktober tersebut, sambung dia, juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
"Penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan," urainya.
Karena itu, Hendardi meminta aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel.
Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan aksi unjuk rasa yang digelar baru-baru ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial.
"Untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat bisa menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstiusi," pungkas Hendardi.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy