JAKARTA - Setelah diperiksa selama 6 jam lebih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (1/3), Kapolda Sumatera Barat Brigadir Jenderal Polisi Wahyu Indra Pramugari akhirnya sekitar pukul 17.45 Wib, meninggalkan kantor KPK di jalan Rasuna Said, Jakarta.
"Brigadir Jenderal Polisi Wahyu Indra Pramugari diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/3).
Sebagai saksi, lanjutnya, Wahyu Indra Pramugari diperiksa selama 6 jam lebih. Sekitar pukul 17.45 Wib, baru meninggalkan gedung KPK.
Menjawab pertanyaan koran ini tentang kemungkinan saksi Wahyu Indra Pramugari ditingkatkan statusnya sebagai tersangka? Priharsah, mengatakan hal itu sangat tergantung kepada hasil pemeriksaan penyidik KPK nantinya.
"Soal peningkatan status dari saksi menjadi tersangka, sangat ditentukan oleh hasil pemeriksaan penyidik. Yang pasti, pemeriksaan tadi bukan untuk yang terakhir. Kalau dirasa masih diperlukan KPK akan memanggilnya kembali," imbuh Priharsa Nugraha.
Pemeriksaan Wahyu Indra Pramugari oleh KPK merupakan untuk yang kedua kalinya dalam proyek pengadaan Simulator SIM roda dua dan empat senilai Rp 198,6 miliar dibiayai dari Pendapatan Negara Bukan Pajak pada tahun 2011.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat tersangka. Yakni, Irjen Pol Djoko Susilo, Wakil Kepala Korlantas Polri non-aktif Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang, dan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto.
KPK menganggap Irjen Pol Djoko Susilo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen diduga menyalahgunakan wewenang dalam proyek pengadaan simulator SIM roda dua dan empat pada 2011.
Selain menjerat dengan tindak pidana korupsi, pada 14 Januari, KPK mulai menyidik Djoko atas dugaan melakukan tindak pidana pencucian uang. Penyidik KPK menemukan dugaan DS telah menyamarkan, mengubah bentuk, ataupun menyembunyikan uang hasil korupsi yang dilakukannya. (fas/jpnn)
"Brigadir Jenderal Polisi Wahyu Indra Pramugari diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Polri dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/3).
Sebagai saksi, lanjutnya, Wahyu Indra Pramugari diperiksa selama 6 jam lebih. Sekitar pukul 17.45 Wib, baru meninggalkan gedung KPK.
Menjawab pertanyaan koran ini tentang kemungkinan saksi Wahyu Indra Pramugari ditingkatkan statusnya sebagai tersangka? Priharsah, mengatakan hal itu sangat tergantung kepada hasil pemeriksaan penyidik KPK nantinya.
"Soal peningkatan status dari saksi menjadi tersangka, sangat ditentukan oleh hasil pemeriksaan penyidik. Yang pasti, pemeriksaan tadi bukan untuk yang terakhir. Kalau dirasa masih diperlukan KPK akan memanggilnya kembali," imbuh Priharsa Nugraha.
Pemeriksaan Wahyu Indra Pramugari oleh KPK merupakan untuk yang kedua kalinya dalam proyek pengadaan Simulator SIM roda dua dan empat senilai Rp 198,6 miliar dibiayai dari Pendapatan Negara Bukan Pajak pada tahun 2011.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan empat tersangka. Yakni, Irjen Pol Djoko Susilo, Wakil Kepala Korlantas Polri non-aktif Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang, dan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto.
KPK menganggap Irjen Pol Djoko Susilo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen diduga menyalahgunakan wewenang dalam proyek pengadaan simulator SIM roda dua dan empat pada 2011.
Selain menjerat dengan tindak pidana korupsi, pada 14 Januari, KPK mulai menyidik Djoko atas dugaan melakukan tindak pidana pencucian uang. Penyidik KPK menemukan dugaan DS telah menyamarkan, mengubah bentuk, ataupun menyembunyikan uang hasil korupsi yang dilakukannya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Percaya Anas sebelum Tepati Janji Gantung di Monas
Redaktur : Tim Redaksi