Upah Buruh per Jam Bukan untuk Pekerja Penuh Waktu?

Minggu, 29 Desember 2019 – 06:56 WIB
Buruh menggelar aksi demo. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Muncul wacana upah buruh menjadi per jam, yang akan dituangkan dalam rancangan Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja.

Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi mengatakan perlu ada perhitungan komprehensif terkait wacana perubahan sistem upah kerja menjadi per jam agar tidak merugikan pekerja.

BACA JUGA: Upah Buruh Indonesia Tinggi, Investor Jepang Berkurang

"Kalau nanti dibuat per jam untuk mereka yang kerja di bawah 35 jam kerja per pekan artinya harus ada hitungan jangan sampai merugikan pekerja," kata Nawawi saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Sabtu (28/12).

Nawawi menduga skema upah kerja per jam hanya akan menyasar pekerja "setengah menganggur" bukan pekerja penuh waktu.

BACA JUGA: KSPI akan Gelar Demo Besar-besaran Menolak Omnibus Law

"Detilnya belum kelihatan tetapi prinsipnya dari Menteri Ketenagakerjaan yang baru bilang bahwa upah kerja per jam menyasar mereka yang bekerja di bawah 35 jam per pekan. Jadi artinya memang orang-orang yang statusnya masih 'setengah menganggur'. Jadi memang ini khusus bagi mereka yang bukan full time workers," ujarnya.

Jika skema upah kerja per jam diberlakukan bagi pekerja penuh yang bekerja 40 jam per pekan atau pekerja penuh waktu, kata dia, maka akan merugikan mereka, karena upah yang diterima sangat rigid (kaku) sekali berdasarkan jumlah jam kerja.

BACA JUGA: ISIS Pamer Aksi Anggotanya Penggal 10 Tawanan Kristen

Menurut Nawawi, skema upah kerja per jam akan menguntungkan pengusaha karena ada kepastian besaran bayaran untuk pekerja "paruh waktu" tersebut.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia tengah mengkaji sistem pengupahan yang berbasis produktivitas, salah satunya mengubah sistem upah menjadi per jam.

Dalam rancangan Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja sedang dipersiapkan skema khusus yang memungkinkan ada upah lanjutan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto setelah rapat terbatas tentang perkembangan penyusunan Omnibus Law yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12) mengatakan dalam pembahasan mengenai cipta lapangan pekerjaan, sedang dipersiapkan skema baru untuk di bidang ketenagakerjaan terkait dengan “unemployment benefit”.

Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkhawatirkan dampak Omnibus Law kluster ketenagakerjaan yang berkenaan dengan upah, pesangon, tenaga kerja asing, dan jaminan sosial terhadap nasib para buruh.

Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, prinsip upah minimum adalah jaringan pengamanan agar buruh tidak miskin sebagaimana yang terkandung dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) dan UU No. 13 tahun 2003.

Penerapan sistem upah per jam, menurut Said Iqbal, bisa membuat buruh menerima upah bulanan di bawah nilai upah minimum. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler