jpnn.com - SURABAYA – Industri padat karya di Jawa Timur (Jatim) memilih merelokasi pabrik ke daerah lain.
Misalnya, sembilan pabrik di Gresik. Penyebabnya adalah kenaikan upah tidak diimbangi produktivitas pekerja.
BACA JUGA: Total Deklarasi Harta Mencapai Rp 3.904 Triliun
Ketua Umum Dewan Pimpinan Kabupaten Gresik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Tri Andhi Suprihartono mengungkapkan, sepanjang 2015 dan 2016, sudah ada tujuh ribu pekerja yang menjadi korban relokasi industri padat karya.
’’Dari Gresik direlokasi ke Lamongan atau ke Jawa Tengah,’’ katanya kemarin (8/11).
BACA JUGA: Ibu-Ibu, Maaf Ya Harga Cabai Makin Pedas
Sektor yang melakukan relokasi adalah industri alas kaki, tekstil, dan mebel. ’’Industri mebel malah relokasi ke luar Jawa karena banyak bahan baku yang tersedia di sana,’’ ungkapnya.
Bagi industri padat karya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di kawasan ring 1 membuat perusahaan sulit bertahan.
BACA JUGA: Pengumuman! Harga Elpiji 3 Kg Berpeluang Naik
Relokasi pabrik ke area UMK yang lebih murah membuat mereka bisa berhemat 30–40 persen bila dibandingkan dengan bertahan di ring 1.
Selain penghematan, relokasi pabrik ke luar ring 1 membuat produk lebih kompetitif.
Alasannya, perusahaan tidak perlu menaikkan harga jual yang berpotensi mengakibatkan produk kalah bersaing di pasar domestik maupun global.
Andhi mengakui, sekitar 60 persen dari total 1.200 perusahaan di Gresik tidak mematuhi ketentuan UMK 2016 yang telah ditetapkan pemerintah.
Karena itu, Andhi meminta pemerintah berhati-hati menetapkan kenaikan UMK.
Ketua Apindo Anton Supit menilai ada tiga kepentingan yang harus ditampung dalam penentuan UMK. Yakni, pekerja, pengusaha, dan pencari kerja.
’’Masih ada 40 juta orang yang butuh lapangan kerja. Jika perusahaan terus melakukan PHK, siapa yang menampung mereka?’’ ujarnya.
Anton menilai ada problem kompetensi yang harus diperbaiki. Dari 128 angkatan kerja di Indonesia, 58 juta merupakan lulusan SD.
Dia menyarankan pemerintah melibatkan pelaku usaha dalam penyusunan kurikulum di sekolah vokasi karena selama ini banyak yang tidak relevan dengan kebutuhan industri. (vir/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Semen Tonasa Bangun Pabrik di Kupang
Redaktur : Tim Redaksi