Upaya Pak Berengos Dandani Wajah Solo

Sabtu, 28 Februari 2015 – 03:53 WIB
Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo. Foto: Iswara Bagus Novianto/Radar Solo/JPNN

jpnn.com - WALI Kota F.X. Hadi Rudyatmono getol mendandani wajah Surakarta dengan sejumlah relokasi dan revitalisasi. Ini merupakan bagian upaya menggenjot sektor pariwisata setelah dicanangkan sebagai Kota Budaya.

Upaya tersebut tentu saja tidak akan berjalan mulus apabila wajah kota masih kumuh.
-------------
TIDAK salah bila Solo mencanangkan diri sebagai Kota Budaya. Banyak festival budaya yang diselenggarakan, mulai Kirab Pusaka 1 Suro, Sekaten, Grebeg Besar, Grebeg Sudiro, Festival Jenang, hingga Solo Batik Carnival.

BACA JUGA: Achmad Basuki, Bos Busana Muslim yang Hobi Jual Kerupuk Terasi

Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran juga menjadi jujukan wisata budaya yang menarik. Tumbuh dari ide-ide kreatif rakyat yang disokong pemerintah, Solo makin bersemangat mem-branding diri sebagai Kota Budaya.

Harapannya, setiap bulan Solo punya event budaya yang menarik wisatawan. ’’Bulan ini ada Grebeg Sudiro dan Solo Great Sale. Tidak banyak industri besar di Solo, wong cuma 44 km wilayahnya. Yang kita genjot industri kreatif tingkat UKM dan UMKM. Kita dorong terus promosi potensi tiap daerah yang ada,” ungkap wali kota yang akrab disapa Rudy atau Pak Berengos itu saat ditemui pada Minggu, 8 Februari 2015.

BACA JUGA: Eko Sulistyo, Anggota Kwarnas Pramuka yang Aktif Terlibat dalam Misi-Misi Kemanusiaan

Sebagai kota wisata, tentu tidak elok bila di Solo masih banyak pemandangan kumuh. Hitungan kasarnya, Rudy menaksir dahulu ada 30 persen kawasan kumuh di Kota Solo.

Maka, sejak menjabat wakil wali kota mendampingi Jokowi periode 2005–2010 dan 2010–2012, Rudy banyak berkiprah untuk mengentaskan wilayah kumuh di Solo. Kisah relokasi Pasar Klithikan yang legendaris itu sudah menjadi rahasia umum juga berkat ketelatenan Rudy merangkul pedagang. Saat menggantikan Jokowi yang maju sebagai gubernur DKI Jakarta, Rudy makin giat berbenah.

BACA JUGA: Perjuangan Orang Tua Gathfan Habibi Dampingi Anaknya yang Koma Hampir Dua Bulan

’’Target yang harus sudah terpenuhi di 2015 ini, 100 persen akses sanitasi layak, 0 persen lingkungan kumuh, dan 100 persen kawasan perumahan (permukiman sehat, Red),” ujarnya mantap.

Area PKL dan pasar yang semrawut dan kotor menjadi salah satu target revitalisasi ataupun relokasi. Banyak yang sudah terlaksana. Di antaranya, Pasar Depok; Pasar Elektronik, Pakaian, dan Besi (Elpabes); dan Pasar Kliwon. Masing-masing dibuatkan bangunan yang cukup modern sesuai kebutuhan. Misalnya, Pasar Depok sebagai sentra penjualan burung dibuatkan area lomba burung berkicau.

”Yang terbaru, contohnya adalah Pasar Ngudi Rejeki. Ada 400 lebih pedagang kaki lima di Jalan Sabang yang nampak kumuh itu saya pindah ke sana. Sekarang sudah laris,” ungkap wali kota yang berangkat dari PDIP tersebut.

Tak hanya diisi pedagang dari Jalan Sabang, pasar di bekas lahan eks terminal nonbus Banjarsari itu menampung PKL dari Jalan S. Parman dan Jalan Ahmad Yani.

Bagaimana bisa merelokasi banyak PKL tanpa ada huru-hara? ’’Kuncinya itu melakukan 7 Si,” jelasnya. Komunikasi permasalahan yang terjadi, kemudian segera koordinasi. Dari situ, harus ditemukan solusi.

’’Solusi ini yang segera disosialisasi ke masyarakat. Kalau warganya ya, oke, ayo secepatnya realisasi,” imbuhnya. Selanjutnya, dilakukan koreksi dan evaluasi kebijakan.

Itu jugalah yang diterapkan Rudy untuk menyulap wilayah bantaran kali agar tak lagi kumuh. Banyak permasalahan yang harus dihadapi warga bantaran sungai jika tak disentuh pemerintah kota. Di antaranya, rumah tinggal yang tidak layak, sanitasi yang buruk, dan kebanjiran yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah kesehatan.

Dia membangun rumah susun sewa (rusunawa) dan rumah renteng. Misalnya, Rusunawa Begalon, Semanggi, Jurug, Mojosongo, dan Jebres. Seluruhya punya ruang difabel dan tarif sewanya sangat murah, hanya berkisar Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu rupiah.

Sementara itu, rumah renteng ada di Pringgading, Setabelan, dan Banjarsari. Konsep rumah renteng berbeda dengan rusunawa. ’’Warga yang direlokasi ke rumah renteng, tempat tinggal dijadikan tempat usaha. Jadi, kita bikinkan lantai 1 untuk kios, lantai 2 untuk tempat tinggal, dan lantai 3 untuk jemuran komunal,” jelasnya.

Target terkini adalah membangun rumah renteng kawasan Keprabon, Kali Pepe. Warga tidak dipindahkan dari tempat semula, hanya diatur huniannya, dibuatkan bangunan baru yang menghadap sungai, sehingga sekaligus menjaga kebersihan sungai.

Di beberapa kawasan Kali Pepe, seperti di Kelurahan Sudiroprajan, dibuatkan selter untuk berjualan dan diujicobakan wisata sungai. Percobaan pengolahan air sungai menjadi air minum juga sedang dikerjakan.

’’Tinggal di wilayah yang layak dan tidak kumuh tentunya akan menumbuhkan anak bangsa yang unggul. Anggarannya bukan dari investor sehingga tidak disuruh membayar. Semuanya dari APBD, itu kan uang rakyat, ya dikembalikan untuk rakyat,” jelas wali kota yang punya jargon menciptakan Solo yang Waras, Wasis, Wareg, Mapan, dan Papan itu.

Rudy mengatakan, setiap kebijakan yang akan diambil harus dipikirkan masak-masak agar tidak membuat warganya tambah susah. Dia merasakan betul menjadi warga bantaran kali yang digusur tanpa diberi solusi menyakitkan.

’’Bapak saya meninggal tahun 78, di hari penggusuran untuk proyek Bengawan Solo. Waktu itu saya tinggal di daerah Magersari. Jadi, ketika diberi Tuhan kesempatan untuk melayani, saya ingin jangan ada warga Solo mengalami yang saya rasakan,” ujarnya.

Sulap TPS Menjadi Taman

Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) ikut memberi sumbangsih wajah kumuh Kota Solo. Namanya saja yang sementara, tapi kenyataannya selalu banyak timbunan sampah dan timbul bau tidak sedap. Warga sekitar TPS menjadi tidak nyaman. Selain lingkungan menjadi tidak bersih, kesehatan mereka terancam.

Melihat semua itu, Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo mengambil tindakan. ”Jadi terobosannya, dibongkar saja semua,” jelas Rudy. Sejak Agustus 2014, proyek itu dilaksanakan. Ada 49 TPS yang tersebar di seluruh penjuru kota yang dibongkar.

Untuk mengelola sampah, Pemkot Solo menggunakan sistem TPS mobile. ”Kami angkut pakai mini dump truck langsung ke TPA,” kata Rudy. Mini dump truck itu dioperasikan keliling ke perkampungan, pasar tradisional, dan tempat-tempat lain di wilayah kerja masing-masing secara terjadwal. Pemkot memesan 56 dump truck. Kini sudah ada lebih dari 43 TPS mobile yang beroperasi.

Soal pengolahan sampah, Pemkot Solo akan menjajaki untuk membuat sampah menjadi sumber energi listrik. ”Masih rencana. Sekarang fokusnya alih fungsi TPS supaya tidak kumuh tadi,” ungkap Rudy. Lahan-lahan bekas TPS itu dijadikan ruang terbuka hijau. Karena luasnya bervariasi, ada pula lahan terbuka hijau yang berbentuk taman kota lengkap dengan pendapanya, seperti Taman Keprabon.

Dengan getolnya kinerja Pemkot Solo di bawah kepemimpinan Rudy, pada 2013, Solo memborong penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) yang dilaksanakan Kementerian Dalam Negeri. Solo dianggap berhasil menata kawasan kumuh, pedagang kaki lima, dan perkotaan sehingga menjadi juara untuk ketiga kategori tersebut. Kota itu juga meraih Wahana Tata Nugraha selama tujuh tahun berturut-turut sejak 2006. (puz/c10/c6/tom)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Andre Omer Siregar, Interpreter Kepala Negara yang Menjadi Konsul Termuda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler