jpnn.com, JAKARTA - Gejolak di sektor energi membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencari waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon.
"Kami harus mengkalkulasi mengenai penerapannya yang harus tetap positif untuk ekonomi kita sendiri, terutama untuk nanti diversifikasi energi," ungkap Sri Mulyani seusai Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin (27/6).
BACA JUGA: Akselerasi Penerapan Pajak Karbon, PLN & ECADIN Bangun Kerja Sama dengan Eropa
Menurutnya, saat ini pemerintah juga sedang mengatasi ketidakpastian yang berasal dari global, terutama harga-harga energi yang sedang bergejolak.
Adapun saat ini Eropa dan Rusia sedang memberhentikan pasokan gas, bahkan menggunakan batu bara lebih banyak.
BACA JUGA: Legislator: Pajak Karbon Bukan Pendapatan Negara, tetapi
Bendahara Negara menilai kondisi Eropa maupun Rusia perlu dikalkulasi sangat hati-hati.
Pasalnya menyangkut berbagai kebijakan energi, termasuk di dalamnya pajak karbon.
"Kami akan terus rumuskan, peraturan dan regulasi tetap kami susun," ungkapnya.
Menteri Keuangan Terbaik 2020 versi Global Markets itu menjelaskan penyusunan aturan implementasi pajak karbon sangatlah penting dilakukan lantaran perubahan iklim adalah kekhawatiran bagi dunia dan terutama bagi Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menambahkan penerapan pajak karbon akan memperhatikan kondisi ekonomi sehingga bukan semata-mata permasalahan penerimaan negara.
"Ini permasalahan ekosistem, pokoknya kami perhatikan kesiapan keseluruhan ekosistemnya terlebih dahulu," ujar Suahasil.
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan berapa besaran karbon yang bisa diemisikan per sektor ekonomi barulah kemudian akan dibuat pasar karbonnya.
"Jadi, perusahaan penghasil emisi bisa mencari karbon kredit di pasar tersebut," tegas Suahasil. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul