Urus BBM, RI Diminta Tiru Mexico

Sabtu, 24 Maret 2012 – 22:17 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo meminta pemerintah berani melindungi nilai atau hedging atas bahan bakar minyak (BBM) untuk harga impor. Dengan sistem hedging ini, pemerintah tidak perlu panik menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika terjadi fluktuasi harga minyak dunia.

“Saya kira, sistem hedging ini baik diterapkan. Dengan hedging, pemerintah tidak harus mengubah APBN lagi jika harga minyak naik sebagaimana yang pernah dipraktikan Mexico,” kata Sadar Subagyo di Jakarta, Sabtu (24/3).

Menurut politisi Gerindra itu, hedge ini dilakukan karena Indonesia saat ini termasuk negara pengimpor minyak. “Bila negara tidak dapat melakukan hedge maka Pertamina dapat melakukannya,” tegas dia.

Secara garis besar kata dia, problem ekonomi makro Indonesia yang tercermin dalam RAPBNP 2012 dipicu oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal karena gejolak harga minyak dunia akibat krisis di Timur Tengah dan utang Eropa.

Sedangkan faktor internal lanjutnya, forecast target lifting minyak yang kurang tepat. Kondisi tersebut diperparah oleh subsidi listrik yang membengkak akibat implementasi bauran energi yang jauh meleset dari rencana, imbuhnya.

"Beban APBN kian berat karena target penerimaan perpajakan dalam negeri yang sudah beberapa tahun tidak mencapai target," ungkapnya.

Yang memprihatinkan, langkah yang diambil pemerintah dalam mengatasi persoalan anggaran ini kurang bijaksana. Pemerintah justru membebankan semua masalah ini ke rakyat dengan cara menaikan harga BBM  bersubsidi sebesar 1.500 rupiah per liter. "Jelas, ini sangat tidak masuk akal," tegas dia.

Solusi ini lanjut dia hanya akan menambah penerimaan negara sebesar 60 triliun rupiah. Disisi lain tiap tahun, penyerapan APBN rata-rata hanya 85 persen atau dengan kata lain APBN 2012 yang besarnya 1.435 triliun rupiah hanya terserap 85 persen  saja. Padahal kalau 10 persen dari APBN 2012 dipangkas maka akan ada cadangan 143.5 triliun rupiah.

Dari angka tersebut, sebesar 60 triliun rupiah dialokasikan untuk menambal subsidi sehingga harga BBM tidak perlu  dinaikkan dan neraca akhir tahun tetap akan surplus sekitar 83 triliun rupiah, imbuh dia.Selain itu, Sabar juga melihat, fluktuasi harga minyak dunia tidak akan memukul makro ekonomi Indonesia jika pemerintah berani melakukan perbaikan secara mendasar.

Misalnya, untuk mengantipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia maka target pertumbuhan ekonomi diturunkan 6.7 persen menjadi 6.0 persen. "Toh negara-negara lain juga menurunkan pertumbuhan secara signifikan," terang dia.

Sementara untuk lifting minyak, dia meminta agar segera melakukan amandemen UU migas serta memberikan insentif dan disinsentif  kepada para pelaku migas.

"Sampai sekarang, janji Exxon untuk memproduksi Blok Cepu masih angin surga dan tidak ada penalti," ungkap dia.

Terkait subsidi listrik, solusinya jelas dia, negara harus menjamin kontinuitas pasokan batubara dan gas untuk PLN. Langkah ini harus dibarengi dengan audit kinerja untuk PLN hingga ditemukan permasalahan sebenarnya ada dimana.

"Target pajak yang tidak tercapai, solusinya adalah terapkan Pasal 35A UU KUP (ketentuan umum perpajakan) dan sinkronisasikan segera antara Badan Kebijakan Fiskal dan Ditjen Pajak, serta lakukan audit kinerja perpajakan. Untuk diketahui Ditjen Pajak adalah area yang untouchable oleh BPK," tegasnya. (fas/jpnn
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengetatan KPR, Turunkan Bunga Kredit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler