Urusan Guru Honorer Belum Selesai, kok Sibuk Menggerogoti Kepengurusan PB PGRI

Minggu, 18 Juni 2023 – 10:09 WIB
Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi dan Wakil Sekjen PB PGRI Dr. Muhir Subagja saat memberikan penjelasan terkait keberadaan Tim 9 dan mosi tidak percaya sejumlah pengurus provinsi. Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Prof. Unifah Rosyidi akhirnya angkat bicara terkait mosi tidak percaya yang dilayangkan sejumlah pengurus.

Menurut dia sangat tidak fair langkah yang ditempuh sejumlah oknum dengan mengatasnamakan 18 pengurus PGRI provinsi untuk menjatuhkannya sebagai ketum PB PGRI. Ada cara-cara lebih intelek jika ingin menduduki kepengurusan di PB PGRI.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: PB PGRI Putuskan 7 Hal, Ada Saran Penting nih, Nomor Dua Menyiratkan Makna

"Kalau mau jadi ketum PB PGRI silakan ikut pencalonan. Itu wadah resmi, bukan malah menjatuhkan kepengurusan PB PGRI tanpa data valid dan mencatut nama pengurus provinsi," kata Bu Uni, sapaannya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (17/6).

Dia menegaskan upaya menggerogoti kepengurusan (PB PGRI) dari dalam sangat tidak elok, bahkan menjatuhkan muruah PGRI sebagai organisasi profesi guru.

BACA JUGA: Prahara di PB PGRI, Posisi Bu Uni Makin Kuat, Solid, Seng Ada Lawan!

Bu Uni menambahkan PGRI saat ini masih fokus menyelesaikan masalah guru honorer. Sebagai rumah besarnya para guru, seharusnya seluruh pengurus PGRI memusatkan pikirannya untuk membantu honorer mendapatkan statusnya sebagai aparatur sipil negara pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN PPPK).

"Tugas PGRI untuk meningkatkan status dan kesejahteraan guru honorer itu masih banyak. Kok ini malah sibuk menggerogoti kepengurusan PB PGRI," tegasnya.

Pada kesempatan sama, Wakil Sekjen PB PGRI Dr. Muhir Subagja menyoroti keberadaan Tim 9. Tim 9 yang merupakan pengurus PB PGRI dinilai ikut memantik perpecahan di tubuh PGRI.

Ironinya Tim 9 ini tidak aktif dalam setiap agenda PB PGRI. Bagaimana bisa menyudutkan ketum PB PGRI tanpa fakta-fakta jelas.

Dia juga heran dengan tujuan Tim 9 dan oknum pengurus provinsi yang menyentil soal iuran anggota PGRI sebesar Rp 600. Peruntukan dana tersebut sangat jelas. Itu pun banyak yang menunggak.

Kalau kemudian ada hasutan untuk menghapuskan iuran itu sangat tidak fair.

"Iuran itu dikelola dengan benar untuk kepentingan guru juga," tegasnya.

Bendahara PB PGRI Basyarudin Thayib ikut meluruskan soal dana iuran di PGRI. Iuran PGRI bukan seperti dana APBN/APBD yang bisa langsung didistribusikan pada setiap divisi.

Setiap divisi memang memiliki program dan butuh dana. Namun, kata Basyarudin, dana program akan dikeluarkan jika ada kegiatan dan iuran masuk.

"Kalau iuran masuk sedikit bagaimana bisa mendistribusikan dananya. Lagipula mana kegiatannya dahulu," ujarnya.

Basyarudin menegaskan apa yang dituduhkan sejumlah pengurus provinsi terhadap Unifah Rosyidi tidaklah benar. Semua pengelolaan dana PGRI jelas dan transparan.

Wasekjen Muhir menambahkan upaya menjatuhkan ketum PB PGRI dengan kampanye hitam tidak menggoyahkan seluruh pengurus PGRI dari tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. 

"Kami tetap solid dan mendukung kepemimpinan Bu Uni sebagai ketum PB PGRI," pungkas Muhir. (esy/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler