Usai Lebaran, PAN Rumuskan Konvensi Capres

Senin, 08 Mei 2017 – 06:15 WIB
Partai Amanat Nasional (PAN). Ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Salah satu isu krusial pembahasan RUU Pemilu adalah masalah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Namun, sejauh ini wacana penghapusan syarat tersebut lebih kuat dibandingkan upaya mempertahankan aturan lama. Bila kelak disetujui, benarkah penghapusan PT memudahkan parpol mengajukan capres-cawapresnya?

BACA JUGA: Perlu Mengubah Sistem One Man One Vote Menjadi Voting Block Berbasis Provinsi

Dari sisi regulasi, angka PT sebesar 0 persen dalam praktiknya bisa menghadirkan jumlah capres-cawapres yang lebih banyak. Namun, dari sisi lain, tidak semudah itu parpol nanti bisa mengajukan capres dan cawapres.

Dua kutub pandangan terkait syarat PT di pemilu presiden saat ini belum mendapatkan titik temu. Dari pandangan resmi di panja RUU Pemilu, tiga fraksi –PDIP, Partai Golkar, dan Partai Nasdem– ikut dalam pandangan pemerintah bahwa aturan PT pilpres sama dengan UU Pilpres, yakni didukung minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional. Sementara itu, enam partai lain mengajukan syarat PT sebesar 0 persen.

BACA JUGA: Semua Ketum Parpol Berpeluang jadi Capres, Kecuali...

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional (Bappilu PAN) yang juga anggota Pansus RUU Pemilu Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, ada empat alasan mendasar mengapa angka PT untuk pilpres harus 0 persen.

Rujukan PAN dalam hal ini merupakan amanat dari konstitusi. Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 jelas menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol.

BACA JUGA: Direktur Politik Dalam Negeri: Pilpres 2019 Jangan Sampai Tegang

”Alasan kedua, karena ini pemilu serentak untuk memilih DPR, DPD, DPRD, dan presiden,” kata Viva saat dihubungi kemarin.

Dari sisi keserentakan pemilu, tidak ada landasan untuk menetapkan ambang batas. Selain itu, partai yang mendukung adanya angka PT sebagaimana aturan lama khawatir angka 0 persen akan mengundang makin banyak capres dan cawapres.

Padahal, untuk mengajukan capres dan cawapres, parpol tidak hanya melihat dari sisi regulasi.

”Tidak semua peserta pemilu akan mengajukan capres, karena mereka mempertimbangkan elektabilitas partai, perhitungan finansial, dan popularitas calon mereka. Kalau disurvei dapat nomor sepatu, ya untuk apa,” kata Viva mengingatkan.

Alasan ketiga, dengan PT sebesar 0 persen, posisi capres maupun cawapres bisa bersaing dengan kekuatan personal mereka, tanpa harus bergantung pada parpol.

Dalam arti, capres itu nantinya terpilih berkat kekuatan figur, bukan didasarkan pada dukungan parpol semata.

”Dalam arti capres dan cawapres tidak tersandera oleh parpol. Berkompetisi saja secara sehat,” kata Viva.

Alasan terakhir masih terkait dengan aturan UUD 1945. Menurut Viva, ambang batas PT jika tidak dinyatakan dalam UUD.

Justru, dengan pemilu yang serentak, menetapkan angka PT akan menimbulkan masalah baru. ”Dikhawatirkan ada gugatan ke MK,” jelasnya.

Lantas, siapa figur capres alternatif yang akan diajukan PAN? Dalam hal ini, Viva menegaskan sampai saat ini belum ada calon yang diputuskan di internal organisasi. Capres dan cawapres PAN nanti diputuskan melalui konvensi.

Dalam AD/ART PAN, sudah ditetapkan bahwa capres dan cawapres PAN ditetapkan melalui konvensi. ”Kami akan gelar konvensi yang berintegritas. Pertama sesuai dengan nilai-nilai akademis, kedua dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Rencananya, setelah Idul Fitri, PAN menggelar rapat kerja nasional. Di sana, PAN akan merumuskan teknis dari pelaksanaan konvensi.

Menurut Viva, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga sudah membuka kesempatan kepada setiap kader PAN untuk maju.

”Silakan kader maupun nonkader ikut. Kami ingin memberi pembelajaran politik dalam demokrasi, terkait rekrutmen calon pemimpin,” tegasnya.

Secara terpisah, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman menilai, angka PT untuk pilpres harus tetap ada.

Dari sisi ini, lanjut dia, pasangan capres dan cawapres harus tetap memiliki dukungan suara partai agar memiliki legitimasi.

”Harus ada angka untuk PT ini, di pilkada saja ada angka. Kalau nol persen, legitimasinya di mana,” katanya.

Menurut Rambe, dalam perkembangan terakhir, kelompok yang mendukung PT 0 persen juga sudah bergeser.

Beberapa fraksi seperti PKB dan PAN pernah menyampaikan bahwa angka PT pilpres bisa disamakan dengan PT pemilu legislatif. Ada juga fraksi lain yang mengajukan opsi di tengah, yakni 10–15 persen.

”Hanura sudah mendorong PT 10–15 persen. Kalau yang nol persen sudah geser ke angka parliamentary threshold sebesar 3,5 sampai 7 persen. Kalau tetap berbeda, ini akan divoting,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menilai, ambang batas pencalonan presiden tidak bisa hanya 0 persen.

Tapi, angka PT untuk pilpres juga tidak boleh terlalu tinggi seperti usulan pemerintah. Partai Hanura dalam hal ini mengusulkan angka PT pilpres maksimal 15 persen.

”Kalau lebih dari itu, akan sulit bagi partai mengajukan calon,” kata OSO Kamis lalu (4/5). (bay/far/c17/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilpres 2019 Diprediksi Panas Mirip Pilkada DKI


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler