MANOKWARI - Mantan Bupati Fakfak dua periode (tahun 2000-2005 dan tahun 2005-2010), Dr Wahidin Puarada,MSi akhirnya Selasa (6/3) duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Tipikor Manokwari.
Persidangan dengan pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dipmpin Ketua Majelis Hakim Anry Widyo Laksono,SH,MH. Mengenakan baju batik, Wahidin Puarada (WP), calon gubernur dalam Pilgub Papua Barat lalu datang ke kantor Pengadilan Tipikor yang juga gedung Pengadilan Negeri Manokwari sekitar pukul 11.30 WIT didampingi penasehat hukumnya,Toto Ismono SH. Sambil menunggu persidangan, Wahidin a menempatkan diri menjalankan sholat Zhuhur di Musholla Pengadilan Negeri.
Sekitar pukul 14.30 WIT,persidangan dimulai. Wahidin terlihat duduk tenang di kursi terdakwa dihadapan majelis hakim. Ketua Majelis Hakim,Anry Laksono mengawali dengan menanyakan identitas, alamat dan pekerjaan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU),Ahmad Arief,SH dan Arfan Halim,SH menuntut terdakwa,WP atas dugaan korupsi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Rp 4 miliar. Terdakwa dengan jabatannya sebagai Bupati Fakfak telah mencairkan dana Rp4 M untuk pihak ketiga PT Atamimi Invesment dalam bentuk kerjasama dan dikategorikan memperkaya diri sendiri atau orang lain seperti diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Kourpsi. ‘’Akibat perbuatan ini kerugian negara Rp4 miliar,’’ ujar JPU dalam dakwannya.
Dalam dakwannya, JPU menjelaskan,pada 22 Juli hingga 13 September 2002,WP yang saat itu menjabat bupati Fakfak diperkenalkan dengan seorang pengusaha asal Jakarta . Sehingga terjalin pembicaraan untuk melakukan kerjasama,dimana Pemkab Fakfak akan memberi modal Rp 4 miliar. Dan Pemkab Fakfak akan mendapatkan keuangan sebesar Rp 250.000.000 per triwulan.
Penandatanganan kerjasama Pemkab Fakfak dengan PT Atamimi Invesment tersebut berlangsung disaksikan Ketua DPRD saat itu,Frederik Iba. Perjanjian kerjasama akan berlangsung sampai tahun 2004.
Namun menurut JPU,perjanjian dengan pihak ketiga ini tidak didasari dengan peraturan daerah (Perda),sehingga telah menyalahi aturan negara.’’Pemda dapat menjalin kerjasama dengan pihak ketiga bila diatur dengan Perda,’’ ujar JPU.
Dikatakan JPU lagi,sebelum pencairan,pada 2 Agustus 2002,WP memanggil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (Ka BPKD) untuk proses pencairan uang Rp 4 miliar. Namun saat itu,menurut JPU,Ka BKD mengingatkan bahwa dana Rp 4 miliar yang dimaksud merupakan dana abadi untuk program rumah rakyat sesuai nomenklatur dalam APBD 2002. Hingga,dana dicairkan dan langsung ditransfer ke rekening PT Atamimi Invenstmen.
Atas dakwaan ini,Wahidin Puarada yang diberi kesempatan oleh majelis hakim,langsung menanggapi. Terdakwa Wahidin Puadara menyatakan,ada beberapa hal yang tidak benar dalam dakwaanJPU,seperti pertemuan dengan Ka BPKD. Namun,pembelaan terdakwa secara panjang lebar akan disampaikan secara tertulis pada persidangan lanjutan yang dijadwalkan digelar, besok( 8/3).
Toto Ismoto, penasehat hukum terdakwa langsung menyampaikan eksepsi secara tertulis. Advokat menilai,JPU kurang memahami membuat susunan surat dakwaan No Registrasi Perk:PDS-01/Fakfak/01/2012,tan ggal 24 Februari 2012.
‘’Dalam surat dakwaan primer,penuntut umum mencantumkan terdakwa Dr Wahidin Puarada,MSi,ditulis lengkap,yaitu selaku Bupati Kabupaten Fakfak,berarti kapasitas terdakwa sebagai pegawai negeri, Dengan demikian,surat dakwaan penuntut umum tidak jelas atau kabur karena surat dakwaan primair dan subsidair,unsur setiap orang dalam dakwaan tersebut sama dan seharusnya dakwaan dibuat disusun dalam bentuk alternative yaitu kesatu atau kedua,bukan primer subsider,’’urainya. (lm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Terdakwa Korupsi, Mantan Bupati Merasa Dikorbankan
Redaktur : Tim Redaksi