jpnn.com - JAKARTA - Ustaz Adi Hidayat (UAH) menyampaikan bahwa Al-Qur’an tidak menolak seni, yang berarti Islam tidak anti dengan seni.
UAH menyampaikan itu dalam kajian Ramadan 1445 Hijriah PP Muhammadiyah bertema “Pengembangan Praksis Dakwah Kultural: Supporters, K-Popers, dan Masyarakat Seni-Budaya,” di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
BACA JUGA: PP Muhammadiyah Ingatkan Elite Politik Tidak Menyeret Masyarakat dalam Pusaran Kisruh Politik
"Dakwah Rasul pada masa jahiliyah yang 85 persen di antara objek dakwah ialah persoalan budaya," kata UAH dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (21/3).
UAH menceritakan bagaimana atmosfer seni dan sastra pada zaman Rasul sangat kental dengan lahirnya banyak syair dari pujangga.
BACA JUGA: Video Parodi Anies Baswedan soal ACT Dikritik, Abu Janda Singgung UAH
Setiap kegiatan yang dilakukan para pekerja seni atau pujangga itu dengan mudah melahirkan syair-syair.
"Pada zaman itu, ada empat syarat sesuatu disebut syair atau syi’ir, yaitu kejelasan dalam penyampaian, khayal atau daya imajinasi yang kuat, gaya penyampaian yang menarik, dan ada musik," ungkapnya.
BACA JUGA: Ustaz Maulana Bagikan Panduan Manasik Umrah Mabruk Tour
Dari empat syarat itu melahirkan 16 rumus yang berisi notasi-notasi, mulai dari notasi arahnya pada pujian, hingga yang membawa pada kemabukan.
UAH mencoba untuk menjelaskan gambaran umum terkait tuntunan tentang dakwah kultural seni budaya agar dapat menjadi basis dalam memutuskan batas-batas dalam berkesenian, sehingga dakwah kultural dilakukan sesuai dengan Al-Qur’an, yakni pada Surat Asy-Syu’ara Ayat 226 dan 227.
Pada Ayat 226, Allah SWT memberi hukum pada para pujangga yang menciptakan syair-syair yang sesungguhnya tidak dilakukan dan tidak dialaminya dalam artian bukan kejadian sebenarnya. Namun, pada Ayat 227, Allah mengecualikannya bagi penyair beriman.
“Ayat ini sekaligus mengonfirmasi bahwa Islam tidak anti dengan seni. Karena seni itu produk budaya, dan budaya itu melekat pada manusia,” katanya.
Beberapa catatan yang menjadi syarat bahwa seni dan pekerja atau pegiat seni dibolehkan ialah yang memiliki iman dalam dirinya, tidak memurtadkan jemaahnya.
Membuktikan imannya dengan membuat karya seni yang mengandung amal saleh yang mengajak untuk mengingat pada Allah, digunakan sebagai wasilah untuk menyampaikan risalah Islam.
“Orang-orang inilah yang akan dipuji dan ditolong oleh Allah SWT. Yang paling hebat adalah Al-Qur’an tidak menolak seni, tetapi mengklasifikasikan karya seni. Yang ditolak itu adalah produk yang dihasilkan dari notasi itu,” ungkap wakil ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah itu.
Sementara menanggapi fenomena Supporters dan K-Popers maupun jenis kesenian lainnya, Ustaz Adi Hidayat menekankan agar Muhammadiyah tidak melihat pada seni, tetapi produk apa yang dihasilkan. Maka dari itu, lanjut dia, Muhammadiyah perlu memiliki panduan.
Perlu gambaran umum seni budaya dalam Al-Qur’an sehingga Majelis Tarjih dapat menyikapi batasan yang haram dan halal. Selain itu, yang penting juga spektrum panduannya sehingga praksisnya dapat diketahui.
"Cukup butuh panduan untuk internal Muhammadiyah bagaimana beribadah dan berdakwah sehingga siapa pun bisa merasakan nikmat dari amal usaha Muhammadiyah,” tuturnya yang diikuti tepuk tangan jemaah.
Penjelasan Ustaz Adi Hidayat itu selaras dengan karakter Muhammadiyah yang mengambil jalan tengah dalam bersikap. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Ahmad Najib Burhani pada sesi materi sebelumnya di hari yang sama, Muhammadiyah begitu progresif dalam melihat realitas masyarakat.
Dari hasil kajiannya, Najib menemukan fakta bahwa Muhammadiyah melakukan rasionalisasi dan demistifikasi.
Dengan pendekatan yang moderat, Muhammadiyah berupaya membersihkan ajaran Islam dari penyimpangan budaya dan mitos yang mungkin telah menyelinap ke dalam pemahaman masyarakat.(esy/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad