jpnn.com, JAKARTA - PB PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) masih menaruh perhatian terhadap banyaknya guru honorer K2 yang tidak lolos rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Mereka banyak yang tidak lolos karena tidak dapat mencapai nilai ambang batas (passing grade).
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi berharap pemerintah bisa mengubah sistem kelulusan rekrutmen PPPK.
BACA JUGA: Kepala BKN: Rekrutmen PPPK Duluan, Baru CPNS
Dia mencontohkan pada saat seleksi CPNS tahun lalu, banyak peserta yang tidak mampu lolos nilai ambang batas. Akibatnya banyak kuota atau formasi CPNS yang kosong.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, waktu itu pemerintah langsung mengubah ketentuan kelulusan. Yakni dari yang semula berbasis passing grade akhirnya dibuka juga skema kelulusan berbasis pemeringkatan atau perangkingan.
BACA JUGA: Seleksi PPPK Tahap II, Masa Kerja Guru Honorer K2 Mestinya jadi Pertimbangan
BACA JUGA: Terkait Isu People Power 22 Mei 2019, Begini Pesan Perdamaian dari Mekkah
’’Kami juga berharap seperti itu. Dalam seleksi PPPK ini dilakukan sistem pemeringkatan,’’ katanya di kantor PGRI, Selasa (21/5).
BACA JUGA: Rekrutmen PPPK Tahap II: Guru Honorer Nonkategori, Harap Sabar ya
Dia menuturkan masukan itu terkait dengan banyaknya guru honorer yang tidak bisa menjangkau nilai ambang batas atau passing grade kelulusan ujian kompetensi pengangkatan PPPK. Ketentuannya adalah nilai akumulatid passing grade itu dipatok 65 poin.
Unifah mengusulkan supaya rekrutmen PPPK tidak berbasis nilai ambang batas. Tetapi menggunakan sistem pemeringkatan atau ranking. ’’Sama seperti saat tes CPNS tahun lalu. Kan semula pakai passing grade. Tetapi akhirnya menggunakan pemeringkatan,’’ jelasnya.
Dia mencontohkan di salah satu sekolah di Kabupaten Bogor membuka formasi pengangkatan PPPK sebanyak enam orang. Kemudian yang mendaftar 15 orang. Nah ternyata dari seluruh orang yang mendaftar itu tidak ada yang lolos nilai ambang batas.
Maka penilaiannya cukup menggunakan sistem pemeringkatan. ’’Diambil enam peserta dengan nilai tertinggi, sesuai kuota yang ada,’’ tuturnya.
Sebab jika tidak diatasi dengan sistem pemeringkatan, Unifah khawatir terjadi kasus kuota PPPK di sejumlah sekolah tidak terisi.
Selain itu Unifah juga mengusulkan guru honorer yang sudah lulus sertifikasi profesi guru untuk diberikan kemudahan. Misalnya ada guru honorer bersertifikasi yang tidak lolos ambang batas pada seleksi PPPK tahap pertama lalu, diberikan kemudahan pada seleksi PPPK tahap kedua nanti.
Kemudahan itu bisa berupa mengikuti seleksi tanpa perlu ujian atau tes lagi. Sebab penilaian bisa menggunakan hasil ujian saat seleksi PPPK tahap pertama yang lalu. Pada prinsipnya Unifah berharap pengabdian para guru honorer selama ini juga menjadi penilaian dalam rekrutmen PPPK.
Sementara itu Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Mudzakir menegaskan bahwa sampai saat ini acuan kelulusan seleksi kompetensi rekrutmen PPPK tetap mengacu pada ambang batas.
BACA JUGA: Rusuh Lagi di Petamburan, Sejumlah Orang Digelandang
Dia mengatakan ambang batas saat ini adalah 65 poin. Nilai tersebut didapatkan dari tiga kompetensi ujian. Yakni kompetensi teknis, manajerial, dan sosio kultural. Mudzakir menuturkan bahwa nilai maksimal yang bisa didapatkan peserta ujian PPPK adalah 180 poin.
Sehingga nilai ambang batas itu sekitar sepertiga dari total nilai yang bisa didapatkan peserta seleksi. (wan/han)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Baik untuk Guru Honorer K2 yang Gagal Tes PPPK Tahap Pertama
Redaktur & Reporter : Soetomo