jpnn.com, JAKARTA - Pemilu serentak 2019 membuat pileg kalah pamor dibandingkan pilpres. Kesimpulan itu berdasarkan data yang dihimpun Lembaga Survei Indonesia alias LSI Denny JA yang menunjukkan bahwa percakapan publik hampir 70 persen didominasi soal pilpres.
Bukti lainnya, kata Peneliti senior LSI Denny JA, Adrian Sopa, adalah angka partisipasi publik yang berbeda antara pilpres dan pileg. Quick count LSI Denny JA menunjukkan bahwa golput pilpres hanya sebesar 19,24 persen. Golput pileg mencapai 29,68 persen.
BACA JUGA: 4 Provinsi Ini Dulu Dimenangi Jokowi, Pilpres 2019 Direbut Prabowo
“Pemilu legislatif sama pentingnya dengan pemilu presiden. Oleh karena itu harusnya ada kesetaraan antara kedua pemilu yang sama-sama penting tersebut,” kata Adrian di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Kamis (2/5).
Selain itu, lanjut Adrian, pemilu serentak juga memakan korban jiwa. Keterangan dari sekjen KPU bahwa hingga Rabu (1/5), terdapat 380 petugas KPPS yang meninggal dunia dan 3.192 sakit.
BACA JUGA: 4 Penyebab Angka Golput Pemilu 2019 Cukup Rendah
BACA JUGA: 4 Provinsi Ini Dulu Dimenangi Jokowi, Pilpres 2019 Direbut Prabowo
“Terlalu mahal harga yang harus dibayar bangsa dan rakyat Indonesia dengan pelaksanaan pemilu serentak ini,” ungkap Adrian.
BACA JUGA: Perolehan Suara Neno Mengejutkan, Peringkat Kedua
Berdasar pengalaman pemilu serentak ini LSI Denny JA mengusulkan adanya skenario pemilu nasional dan pemilu lokal yang berbeda.
LSI Denny JA mengusulkan lima kali pemilu yaitu pilpres, pileg nasional (DPR dan DPD), pileg lokal (DPRD provinsi dan kabupaten/kota), pemilu serentak gubernur, dan pemilu serentak bupati /wali kota.
BACA JUGA: Sang Vokalis dari PDIP Ini Lolos Lagi ke Senayan
“Pemilu bupati dan wali kota harus dipisah dengan pemilu gubernur untuk menghindari fenomena yang sama ketika pemilu serentak pilpres dan pileg digabung,” kata Adrian. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Boni Hargens: Gerakan Rizieq Cs Hanya Sandiwara
Redaktur & Reporter : Boy