Usulan Lem Aibon Bukti Mafia Anggaran Masih Bermain di DKI Jakarta?

Jumat, 01 November 2019 – 18:19 WIB
Lem aibon. Foto Shutterstock

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komaruddin menduga adanya empat mata anggaran yang dinilai aneh terutama pembelian lem aibon pada dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020, sangat mencurigakan.

Menurutnya, hal itu memunculkan dugaan masih ada mafia anggaran di Pemprov DKI Jakarta.

BACA JUGA: Anggaran Pemprov DKI Jakarta Dikritik, Anies Baswedan Sebut Itu Sistem Warisan

Mafia anggaran diketahui pernah bermain saat Gubernur DKI Jakarta dijabat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Kasus yang terungkap terkait rencana pembelian uninterruptible power supply (UPS). Kala itu, Ahok menyebut anggaran pembelian UPS muncul tiba-tiba dengan menghapus anggaran pembelian truk sampah.

BACA JUGA: Anggaran Pulpen Rp 124 Miliar, Dinas Pendidikan Jaktim Langsung Ditegur Anies Baswedan

Sementara di era Gubernur Anies Baswedan, mengemuka sejumlah keanehan pada mata anggaran yang diusulkan Dinas Pendidikan.

Antara lain, pembelian lem aibon dengan nilai anggaran mencapai Rp 82 miliar dan pengadaan bolpoin dengan nilai anggaran Rp 124 miliar.

"Jadi, semakin menguatkan dugaan mafia anggaran bukan hanya ada, bisa jadi pemainnya banyak. Tetapi untuk membuktikannya sulit," ujar Ujang kepada JPNN.com, Jumat (31/10).

Dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini menyebut sulit, karena hanya sedikit yang dapat dibuktikan. Misal dalam kasus pembelian UPS di era Ahok, hanya menyasar orang tertentu saja.

"Jika pun kasus UPS era Ahok muncul dan diusut, hanya mengenai orang tertentu saja. Tidak bisa menyentuh para mafia anggaran," ucapnya.

Fakta lain kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini, ketika indikasi yang mencuat baru sebatas usulan anggaran, aparat hukum juga belum dapat berbuat apa-apa.

Pihak tertentu masih dapat berkilah dengan menyatakan telah terjadi salah input data. Kemudian mengubah usulan pengadaan. Dengan demikian tidak sampai terjadi pelanggaran hukum dengan pembeliaan lem aibon.

"Karena yang kerja itu kan birokrasi. Terkadang birokrasi bekerja bisa teledor atau salah. Bisa juga sengaja atau pura-pura salah input," pungkas Ujang.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler