jpnn.com - JAKARTA – Sikap mayoritas fraksi DPR yang mendukung pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPRD, dinilai hanya karena didorong rasa emosional belaka. Lebih banyak dipengaruhi unsur kepentingan sesaat kelompok tertentu.
Sebagai representasi masyarakat, DPR seharusnya menyuarakan keinginan masyarakat secara luas.
BACA JUGA: KPU Ingin Dilibatkan di Pembahasan RUU Pilkada
“Saya kira pendapat tersebut (mengembalikan pilkada lewat DPRD), hanya didorong emosional. Lebih banyak terpengaruh tontotan ‘sinetron’ politik selama ini. Mereka seperti tidak merasa bersalah dan tidak memiliki dosa memutuskan sesuatu yang menjadi kebutuhan rakyat,” ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/9).
Selain memertontonkan sinetron politik, Lucius menilai sikap mayoritas fraksi DPR ini juga memerlihatkan kesan jika DPR pada dasarnya tidak menyukai diskusi-diskusi yang mendalam terkait pengambilan sebuah kebijakan.
BACA JUGA: Vermonte: SBY Mungkin Lupa...
Padahal kebijakan yang diambil, berpengaruh besar bagi kemajuan bangsa ke depan, terutama dari sisi demokrasi yang dalam 10 tahun terakhir telah berjalan cukup baik.
“Akhirnya DPR sekarang kelihatan tidak suka diskusi wacana mendalam. Jadi layak jika disebut DPR sekarang paling tidak bemutu. Ini membuat energi kita terbuang percuma,” katanya.
BACA JUGA: Pengamat Ingin Pemerintah Mau Boikot Pembahasan RUU Pilkada
Untuk itu Lucius mendorong perlunya reformasi mental para elit anggota parlemen, termsuk reformasi mental petinggi-petinggi partai politik. Karena walau bagaimanapun, sikap fraksi-fraksi di DPR, tidak lepas dari kebijakan parpol yang mengusung.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Motif Idha-Harahap ke Negeri Jiran Masih Misterius
Redaktur : Tim Redaksi