Usut Kasus Korupsi, KPK Periksa Sekda Bekasi dan PT Kota Bitang

Jumat, 04 Februari 2022 – 13:43 WIB
KPK. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, BEKASI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati dan staf PT Hanaferi Sentosa, sekaligus PT Kota Bintang Rayatri Ingchelio alias Ince, Jumat (4/2).

Mereka dipanggil sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi.

BACA JUGA: Soal Kabar Kehamilan Nikita Mirzani, Fitri Salhuteru Jawab Begini

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.

KPK juga memanggil Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Kota Bekasi Yudianto, Lurah Jaka Mulya Bahrudin, Lurah Bojong Menteng Hasan Sumalawat, dan staf PT Hanaferi Sentosa Fran Culio.

BACA JUGA: Nur Afidah Tersangka, Bukti KPK tak Melindungi Kader Demokrat yang Terlibat Korupsi

Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi.

Seperti diketahui, Rahmat Effendi merupakan salah satu tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.

BACA JUGA: Putra dari Daerah Diharapkan Bakal Pimpin IKN Nusantara

Adapun KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu.

Sebagai penerima suap, yakni Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji Rp 21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi.

Rahmat Effendi diduga memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu, serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait dengan posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Yessy
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler