JAKARTA – Tewasnya empat warga sipil saat bentrok dalam aksi demonstrasi menuntut pemekaran Kabupaten Musi Rawas Utara, di Kecamatan Rupit, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, Senin (29/4), sangat disesalkan.
Anggota Komisi Hukum DPR, Aboebakar Alhabsy, menegaskan, seharusnya hal ini tidak perlu terjadi bila penertiban aksi demonstrasi tak dilakukan secara represif.
“Saya sangat menyesalkan demonstrasi di Kecamatan Rupit, Musi Rawas, Sumatera Selatan, yang berakhir dengan tewasnya empat warga sipil. Penertiban demonstrasi tidak perlu dilakukan dengan represif seperti ini,” sesal Aboebakar, Selasa (30/4).
Dijelaskan Aboebakar, instrumen hukum di internal Polri sendiri sudah cukup lengkap mengatur hal ini, seperti Peraturan Kapolri nomor 16 tahun 2006, Perkap nomor 8 tahun 2010, ataupun bahkan Prosedur Tetap nomor 1 tahun 2010. “Untuk pengendalian massa sudah sangat jelas, tidak boleh menggunakan peluru tajam yang mematikan,” katanya.
Menurutnya, polisi hanya diperkenankan menggunakan pentungan dan tameng. Kalau pun terpaksa, ia menjelaskan, mereka hanya diperkenankan untuk menggunakan peluru karet dan gas air mata. “Penggunaan peluru karet pun hanya dipergunakan untuk melumpuhkan, tidak ditujukan pada sasaran yang mematikan,” jelasnya.
Ia melihat ada yang salah dengan penanganan aksi di Rupit Musi Rawas yang mengakibatkan jatuhnya empat korban warga setempat. Karenanya, Aboebakar mengatakan, Polri perlu melakukan investigasi atas persoalan ini.
“Mabes Polri harus menurunkan tim Propam untuk menyelidiki kenapa berbagai protap dan Perkap tidak diaksanakan,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan, harus diusut pula siapa yang menggunakan peluru tajam dalam penanganan demonstrasi tersebut sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Polda perlu juga mengambil alih kendali keamanan dan melakukan pendekatan yang persuasif kepada masyarakat. “Jangan sampai ada aksi susulan pasca meninggalnya empat warga tersebut,” pungkasnya. (boy/jpnn)
Anggota Komisi Hukum DPR, Aboebakar Alhabsy, menegaskan, seharusnya hal ini tidak perlu terjadi bila penertiban aksi demonstrasi tak dilakukan secara represif.
“Saya sangat menyesalkan demonstrasi di Kecamatan Rupit, Musi Rawas, Sumatera Selatan, yang berakhir dengan tewasnya empat warga sipil. Penertiban demonstrasi tidak perlu dilakukan dengan represif seperti ini,” sesal Aboebakar, Selasa (30/4).
Dijelaskan Aboebakar, instrumen hukum di internal Polri sendiri sudah cukup lengkap mengatur hal ini, seperti Peraturan Kapolri nomor 16 tahun 2006, Perkap nomor 8 tahun 2010, ataupun bahkan Prosedur Tetap nomor 1 tahun 2010. “Untuk pengendalian massa sudah sangat jelas, tidak boleh menggunakan peluru tajam yang mematikan,” katanya.
Menurutnya, polisi hanya diperkenankan menggunakan pentungan dan tameng. Kalau pun terpaksa, ia menjelaskan, mereka hanya diperkenankan untuk menggunakan peluru karet dan gas air mata. “Penggunaan peluru karet pun hanya dipergunakan untuk melumpuhkan, tidak ditujukan pada sasaran yang mematikan,” jelasnya.
Ia melihat ada yang salah dengan penanganan aksi di Rupit Musi Rawas yang mengakibatkan jatuhnya empat korban warga setempat. Karenanya, Aboebakar mengatakan, Polri perlu melakukan investigasi atas persoalan ini.
“Mabes Polri harus menurunkan tim Propam untuk menyelidiki kenapa berbagai protap dan Perkap tidak diaksanakan,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan, harus diusut pula siapa yang menggunakan peluru tajam dalam penanganan demonstrasi tersebut sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Polda perlu juga mengambil alih kendali keamanan dan melakukan pendekatan yang persuasif kepada masyarakat. “Jangan sampai ada aksi susulan pasca meninggalnya empat warga tersebut,” pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencari Obat Herbal Duel dengan Beruang
Redaktur : Tim Redaksi