Utamakan Kerja Politik Daripada Jualan Popularitas

Rabu, 23 Mei 2012 – 17:51 WIB

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat (PD), Saan Mustopa menyatakan bahwa popularitas saja tak cukup sebagai bekal bagi calon legislatif (Caleg). Saan pun mengingatkan kader ataupun non-kader yang ingin maju sebagai caleg dari PD agar serius melakukan kerja politik.

Menurut Saan, caleg harus benar-benar membina komunikasi dengan konstituen melalui kerja politik sehingga dapat mendongkrak tingkat keterpilihan. "Popularitas, materi dan kekuasaan (power) tidak cukup untuk menjadi anggota DPR, tapi (untuk terpilih jadi anggota DPR) sangat ditentukan bagaimana membangun jaringan melalui kerja-kerja politik," kata Saan dalam diskusi "UU Pemilu Baru dan Perbaikan Partai Politik" di Jakarta, Rabu, (23/5).

Dalam diskusi yang juga menampilkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie dan Wakil Ketua Komisi II DPR, Ganjar Pranowo sebagai pembicara itu  Saan menambahkan, menambahkan, sistem proporsional terbuka dimaksudkan untuk menguatkan fungsi representasi. Karenanya, lanjut Saan, caleg dituntut berinteraksi langsung dengan konstituennya.

Mantan anggota Pansus RUU Pemilu itu mengakui, saat ini memang ada kekhawatiran caleg dengan popularitas tinggi dan pendanaan besar akan mendominasi. Meski demikian Saan yang dikenal rajin menyambangi konstituennya di daerah pemilihan Jawa Barat (Jabar) VII yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta itu  menegaskan, partainya lebih memilih mengedepankan proses rekrutmen caleg berdasarkan kerja politik dibanding hanya karena faktor materi dan popularitas semata.

Ditambahkannya, artis yang ditempatkan sebagai caleg juga tak sepenuhnya efektif sebagai vote getter (penjaring suara) bagi parpol di Pemilu. "Mandra itu sangat terkenal, tapi dia tidak terpilih," kata Saan.

Saan justru mengatakan, hal yang penting dalam rekrutmen dan penyusunan caleg adalah pruralisme. "Hal ini tidak mungkin diabaikan itu. Kekuatiran itu bisa dilihat saat proses rekrutmen. Partai Demokrat akan sangat memperhitungkan itu nanti," ucapnya.

Ide Saan tentang pruralisme itu juga diamini Jimly Asshidiqie. Pakar hukum tata negara itu mengatakan, pemilu merupakan cara memberi ruang kepada kelompok mayoritas tanpa mengabaikan kekuatan minoritas.

Jimly pun mengkritisi praktik demokrasi di Indonesia saat ini yang sangat dominan dengan orientasi mayoritas dan politik. Menurutnya, demokrasi modern juga harus mencakup hak-hak bagi minoritas.

"Kita tidak bisa menghindari pluralisme. Maka threshold (ambang batas) dengan angka berapapun tidak akan otomatis menyederhanakan jumlah partai," paparnya.

Sementara Ganjar Pranowo mengatakan, sistem proporsional terbuka memang memicu persaingan antarcaleg dalam satu parpol. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, sistem proporsional terbuka akan sikap individualisme setiap caleg. "Bahkan narsisme juga akan muncul," katanya.

Namun Ganjar juga mengatakan, parpol dituntut untuk menjaring caleg yang benar-benar mampu menempatkan diri sebagai anggota parlemen dengan segala fungsinya. "Bukan sekedar vote getter," ucapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Kebakaran Jenggot, 500 Ribu Pemilih Fiktif Dihapus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler