Utang Negara Miskin Makin Parah, Begini Rencana Bank Dunia

Selasa, 12 Oktober 2021 – 08:52 WIB
Bank Dunia memperingatkan kenaikan utang 12 persen pada negara miskin melonjak signifikan ke rekor USD 860 miliar pada 2020. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bank Dunia memperingatkan kenaikan signifikan sebanyak 12 persen dalam beban utang negara-negara berpenghasilan rendah di dunia.

Utang negara miskin melonjak signifikan ke rekor USD 860 miliar pada 2020.

BACA JUGA: Meski Ada Utang Luar Negeri, Kondisi Ekonomi Indonesia Jauh Lebih Baik

Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan lonjakan utang sebagai akibat dari pandemi COVID-19.

Bank Dunia pun menyerukan upaya mendesak untuk mengurangi tingkat utang tersebut.

BACA JUGA: PBB Sebut Utang Negara Miskin Berpotensi Menghancurkan Upaya Pemulihan Global

Malpass memaparkan Laporan Statistik Utang Internasional 2022 Bank Dunia menunjukkan peningkatan dramatis akan terjadi dalam kerentanan utang yang dihadapi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Laporan itu juga membeberkan stok utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah digabungkan naik 5,3 persen pada 2020 menjadi USD 8,7 triliun, hal itu mempengaruhi negara-negara di semua kawasan.

BACA JUGA: Ekonom UI Puji Cara Pemerintah Mengelola Utang di Masa Pandemi

Malpass menjelaskan kenaikan utang luar negeri melampaui pendapatan nasional bruto (GNI-Gross National Income) dan pertumbuhan ekspor, dengan rasio utang luar negeri terhadap GNI.

Namun, data itu tidak termasuk China, yang naik lima poin persentase menjadi 42 persen pada 2020, sementara rasio utang terhadap ekspor mereka melonjak menjadi 154 persen pada 2020 dari 126 persen pada 2019.

Oleh karena itu, dia mendesak upaya-upaya komprehensif untuk membantu negara miskin.

"Kami membutuhkan pendekatan komprehensif untuk masalah utang, termasuk pengurangan utang, restrukturisasi yang lebih cepat dan transparansi yang lebih baik," kata Malpass dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan terbaru tersebut.

Malpass mengatakan setengah dari negara-negara termiskin di dunia berada dalam kesulitan utang luar negeri atau berisiko tinggi.

Menurut dia, tingkat utang yang berkelanjutan diperlukan untuk membantu negara-negara mencapai pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

Presiden Bank Dunia itu mengatakan upaya restrukturisasi utang sangat dibutuhkan mengingat berakhirnya Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) Kelompok 20 ekonomi utama pada akhir tahun ini.

SDDI telah menawarkan penangguhan sementara pembayaran utang.

Kreditur resmi G20 dan Klub Paris meluncurkan Kerangka Kerja Umum untuk Perlakuan Utang tahun lalu.

Langkah itu dilakukan untuk merestrukturisasi situasi utang yang tidak berkelanjutan dan kesenjangan pembiayaan yang berkepanjangan di negara-negara yang memenuhi syarat DSSI.

Tetapi, sejauh ini hanya tiga negara yakni Ethiopia, Chad, dan Zambia.


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler