jpnn.com, JAKARTA - Sebagian kalangan menganggap sejumlah pasal terkait sektor pertanahan dalam UU Cipta Kerja lebih berpihak kepada para pemilik modal atau investor dibandingkan masyarakat pemilik lahan.
Namun, sebaliknya justru secara jelas UU Cipta Kerja akan memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan investor.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menaruh harapan yang besar pada UU Cipta Kerja untuk bisa mendorong sektor properti di Indonesia.
Apalagi industri perumahan dan properti mempunyai efek berganda yang sangat besar terhadap 175 industri ikutan lainnya, serta berkontribusi besar terhadap pajak pusat dan daerah.
BACA JUGA: Investasi di Sektor Properti Masih Tinggi, Ini Buktinya
“Melalui UU Cipta Kerja, diharapkan ada terobosan untuk kemudahan perizinan, termasuk penataan ruang yang ada, sehingga reforma agraria bisa dijalankan dengan baik. Semuanya kita saling membangun untuk Indonesia yang lebih baik di 2021,” kata Paulus di Jakarta, Sabtu (28/11)
Paulus juga mengapresiasi Rancangan Peraturan Pelaksana (RPP) UU Nomor 11/2020, Kementerian ATR/BPN karena sesuai semangat UU Cipta Kerja.
BACA JUGA: Marak Kasus Pailit Bikin Rugi Pengembang Properti dan Konsumen
“Pada RPP Penataan Ruang RDTR digital didesain compatible dengan Online Single Submission pada Bank Tanah menjamin ketersediaan tanah untuk pembangunan kawasan perumahan dan pemukiman,” katanya.
Menurutnya, manfaat bank tanah tidak hanya digunakan untuk kepentingan umum semata, namun juga kepentingan sosial seperti perumahan rakyat.
Imbasnya biaya pembangunan rumah di perkotaan bisa menjadi lebih murah."Loh ya kami inginkan agar aturan turunan PP bank tanah dalam UU Cipta Kerja segera dibuat. Secara saya lihat untuk di properti ini positif. Misalnya bank tanah ini memuat juga soal ketentuan bagi perumahan rakyat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A. Djalil mengatakan, lama dan mahalnya proses perizinan pemanfaatan tanah membuat para pengusaha kesulitan, apalagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Untuk mengatasi masalah ini, maka UU Cipta Kerja menjadi solusi yang menguntungkan banyak pihak.
“UU Cipta Kerja ingin memberikan fasilitas kepada orang-orang yang benar-benar berupaya menciptakan kemajuan ekonomi dan nilai tambah di sektor pertanahan. Di sisi lain, UU ini juga sangat keras untuk mengatasi para spekulan maupun para pedagang perizinan,” katanya.
Secara prinsip, Sofyan menjelaskan, setiap bidang tanah di Indonesia harus memberikan manfaat bagi masyarakat.
Karena itu, UU Cipta Kerja sektor pertanahan akan memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan investor sehingga tidak ada lagi tanah yang terlantar atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan merugikan orang banyak.
“Kalau tanah masih produktif, perizinan tentu akan diberikan kembali. Tapi kalau tanah tidak dikelola, tidak bermanfaat, tidak produktif dan memberikan manfaat sosial ekonomi, maka tanah itu akan diambil kembali oleh Negara untuk ditata ulang,” ujarnya.
UU Cipta Kerja sektor pertanahan juga melindungi berbagai hak ulayat tanah bagi masyarakat adat. Selain itu, kepemilikan properti bagi warga negara asing sebatas hak ruang semata.
Sementara kepemilikan tanah untuk warga asing tetap dibatasi pada hak pakai sesuai aturan lama yang berlaku. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia